STUDI SOSIAL EKONOMI
TENTANG KETERKAITAN ANTARA MODAL SOSIAL DAN PEMBANGUNAN WILAYAH
Studi Kasus
di Empat Kabupaten Provinsi Bali
Oleh
L A DUPAI DAN PERIBADI
1. PENDEKATAN
METODOLOGIS
Pendekatan
metodologis yang digunakan dalam disertasi tersebut dapat dikategorikan sebagai
pendekatan "mixing methodes" dan “combine
analysis”. Hal itu didasari dengan beberapa alasan:
Pertama, di dalamnya dikembangkan
3 (tiga) hipotesis yang akan diuji dengan analisis kuantitatif dengan menggunakan
analisis statistik non parametrik. Data primer dianalisis dengan mengunakan
analisis non-parametrik agar dapat dideskripsikan secara terinci mengenai
hubungan antar masing-masing indikator dalam konteks variabel rasa percaya,
jaringan kerja dan norma. Sementara hipotesis tentang hubungan antar indikator
tersebut diuji berdasarkan nilai korelasi Spearman. Selain itu, dilakukan pula
uji beda dua sampel yang tidak berhubungan untuk mengetahui apakah dua populasi
memiliki sifat-sifat yang identik. Adapun pernyataan hipotesis dimaksud sebagai
berikut:
1.
Komponen
modal sosial yang dominan dan memberi kontribusi terbesar adalah rasa percaya.
2.
a. Modal sosial menyambung (bridging social capital)
berpengaruh positif terhadap PDRB, dan sebaliknya
modal sosial mengikat (bonding social capital) yang berpengaruh
negatif terhadap PDRB.
b.
Terdapat
hubungan saling mempengaruhi (keterkaitan)
antara
modal sosial dengan kesejahteraan rumah tangga, pembangunan ekonomi wilayah
(IPM), kemiskinan (IKM), output (PDRB), pertumbuhan ekonomi wilayah (Laju PDRB)
dan total faktor produktivitas (TFP).
3.
Strategi
terbaik bagi pemerintah kabupaten, provinsi dan masyarakat dalam upaya
merevitalisasi modal sosial adalah bekerjasama (cooperative).
H0 : mM = mBB
H1 : mM =
mBB
dimana:
mM = rata-rata populasi di wilayah maju
mBB = rata-rata populasi di wilayah belum
berkembang
Hipotesis awal (H0) manyatakan bahwa
rata-rata populasi di wilayah belum berkembang tidak identik dengan rata-rata
di wilayah maju. Sedangkan hipotesis alternatifnya adalah rata-rata populasi di
wilayah maju. Hipotesis tersebut digunakan untuk masing-masing indikator modal
sosial.
Jika probabilitas
lebih besar dari (>) a,
maka H0 diterima
Jika probabilitas lebih kecil dari
(<) a,
maka tidak terdapat cukup bukti untuk
menerima H0
Lebih jauh dari
itu, maka analisis terhadap seluruh variabel secara bersama-sama dilakukan
melalui uji nilai tengah multi variate
(peubah ganda). Pengujian yang digunakan adalah statistik T2
Hoteling yang tersedia dalam proses SPSS. Analisis ini bertujuan menguji
hipotesa berikut:
H0 : Semua indikator modal sosial di wilayah berkembang sama dengan
wilayah maju (m =
m0)
H1 : Setidak-tidaknya ada satu indikator modal sosial yang berbeda
antara wilayah maju dan wilayah belum berkembang (m
≠ m0)
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
Jika probabilitas lebih besar dari
(>)a, terima H0
Jika
probabilitas lebih kecil dari (<)a,
tidak terdapat cukup bukti untuk menerima H0.
Kedua, penulis disertasi menggunakan
Pola Pengukuran Indikator (Peubah Manifes) modal sosial di tingkat mikro,
tingkat mezo dan tingkat makro. Misalnya, proses identifikasi modal sosial di
tingkat mikro dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap
respons yang diberikan oleh responden melalui jawaban kuesioner yang unit
analisisnya adalah rumah tangga. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data
yang bersifat nominal dan ordinal seperti tingkat pendidikan, kesehatan, rasa
percaya (trust), kesediaan memberi
bantuan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk data yang bersifat
interval dan rasio seperti besarnya keluarga, pengeluaran rumah tangga, indeks
partisipasi, indeks heterogenitas, kepadatan organisasi, jumlah teman dan
tingkat kontribusi anggota.
Ketiga, penulis disertasi
menggunakan defenisi konseptual dan defenisi operasional dalam konteks
Pembangunan dan Modal Sosial. Adapun konsep pembangunan dalam penelitian ini
dibatasi pada pembangunan manusia yang terdiri dari empat komponen utama,
yaitu: (1) produktivitas (productivity),
(2) keadilan (equity), (3)
keberlanjutan (substainability),
serta (4) pemberdayaan (empowerment).
Konsep pembangunan yang digunakan dalam penelitian ini lebih luas dari konsep
pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, modal sosial
sesungguhnya dibedakan atas tiga tipe: (1) modal sosial mengikat (bounding social capital); (2) modal
sosial menyambung (bridging social
capital); dan (3) modal sosial mengait (linking
social capital). Namun demikian, penelitian ini hanya menganalisis modal
sosial yang mengikat dan modal sosial yang menyambung. Konsep modal sosial
dalam penelitian ini mengarah pada konsep modal sosial yang dikembangkan oleh
aliran ekonomi kelembagaan dengan memberikan penekanan khusus pada hubungan
sosial antara modal sosial dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta modal produktif
yang terdiri atas rasa percaya, kemampuan seseorang dalam membangun jaringan
kerja serta kepatuhannya terhadap norma yang berlaku dalam kelompok maupun
masyarakat di sekitarnya.
Batasan rasa
percaya adalah keyakinan bahwa orang lain tidak akan berlaku maupun berniat
buruk pada diri kita. Jaringan kerja adalah ikatan formal dan informal yang
dimiliki seseorang yang diproduksi dari jumlah keangotaannya dalam organisasi
serta jumlah teman yang berkeluh kesah kepadanya. Sementara norma adalah
nilai-nilai yang bertujuan membangun kegiatan bersama dan menguntungkan bagi
semua pihak yang diproduksi dari kemudahan menitipkan anak pada tetangga,
memberikan bantuan fisik, uang dan perilaku pembonceng (free rider).
Keempat, penulis disertasi selain
menentukan metode sampel daerah penelitian, juga ditentukan sampel responden. Penentuan
Provinsi Bali sebagai daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan
indikator pertumbuhan maupun pembangunan ekonomi wilayah dan indikator
kultural. Saat ini, Bali menghadapi dilema yang mengarah pada konflik
kepentingan antara pelestarian budaya (kelompok inward looking) dan peningkatan keterbukaan (kelompok outward looking) dalam rangka
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui sektor pariwisata.
Penentuan kabupaten
juga dilakukan secara sengaja (purposive)
melalui beberapa pertimbangan indikator sosial dan ekonomi wilayah. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka ditentukan Kabupaten Jembrana, Kabupaten Badung,
Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Karangasem sebagai daerah penelitian. Dua
kecamatan di masing-masing kabupaten dipilih melalui stratifikasi berdasarkan
lokasi kecamatan terhadap ibukota kabupaten yaitu kecamatan yang memiliki
lokasi terdekat dan terjauh. Penentuan lokasi desa juga didasarkan pada lokasi
terdekat dan terjauh dari ibukota.
Sementara itu, responden
yang diteliti adalah kepala rumah tangga yang bertempat tinggal di desa
penelitian, anggota subak, anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), serta
anggota Asita (Asosiasi Perjalanan Wisata) dan PHRI (Pengusaha Hotel dan
Restoran Indonesia). Rumah tangga dipilih secara acak dari masing-masing desa
penelitian yang telah ditetapkan. Jumlah responden ditentukan melalui kuota
sebanyak 25 orang pada masing-masing desa dengan pertimbangan homogenitas
populasi. Akan tetapi, dalam proses pengelompokan, maka responden ditentukan
secara stratified random sampling sebagai
berikut:
(1)
Responden
yang bertempat tinggal jauh dari pusat pemerintahan (pusat kota) umumnya
merupakan daerah perdesaan.
(2)
Responden
yang bertempat tinggal dekat dengan pusat pemerintahan (pusat kota) umumnya
merupakan daerah perkotaan.
Kelima, secara khusus dalam
disertasi tersebut menggunakan studi kasus sebagai bagian integral dari
paradigma kualitatif terhadap fenomena degradasi kelembagaan dan pranata sosial
yang menggeliat dengan berbagai problematikanya menerpah institusi sosial
seperti organisasi pertanian (Subak), pariwisata (HPI, Asita dan PHRI) dan
organisasi adat (Banjar Adat)
.
2. PERUMUSAN
MASALAH
Dalam upaya
merumuskan permasalahan penelitiannya, maka penulis disertasi ini terlebih
dahulu beranjat dari beberapa dasar pemikiran, yakni:
Pertama, penulis mengacu dari
urgensi modal sosial (social capital) selain modal ekonomi (economy capital) sebagaimana dikemukakan
oleh Bourdieu (1986) yang memberi arah penting dalam kajian pertumbuhan ekonomi
wilayah. Dalam konteks ini, modal tidak saja diartikan sebagai sumber daya yang
bersifat tangible dan material. Akan tetapi, ada modal sosial yang
kini memperoleh perhatian serius dari para ahli ekonomi, ahli politik, ahli
sosiologi, dan ahli antropologi.
Kedua, selain modal sosial memberi
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui perluasan kerjasama dan
kepercayaan yang tumbuh antar pelaku dalam perusahaan, pasar dan negara, juga
penulis disertasi ini mengutip pandangan Mubyarto (2011) bahwa secara khusus
Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mampu mencapai tingkat
keberhasilan yang tinggi dalam pelaksanaan program-program pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga dan memelihara institusi lokal
tradisionalnya seperti subak dan desa (banjar) pakraman, sehingga
mendorong masyarakat Bali untuk selalu berpartisipasi dalam mensukseskan
program-program pembangunan.
Ketiga, penulis disertasi juga
menunjukkan fakta bahwa Bali memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi
dan stabil terutama karena keberhasilan pengembangan sektor pariwisata
(perdagangan, hotel dan restorannya) sebagaimana tercantum dalam tabel 1
berikut ini.
Tabel 1.
Pertumbuhan Ekonomi Bali dan Indonesia Tahun 1997 – 2004
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
2004
|
|
Bali
Indonesia
|
5,81
4,70
|
-4,04
-13,68
|
0,67
0,23
|
3,05
4,77
|
3,39
3,32
|
3,15
3,66
|
4.62
5.13
|
Sumber : PDRB Provinsi Bali, 2005
dan Data Statistik Indonesia, 2005
Penulis disertasi
ini menandaskan bahwa dinamika kehidupan masyarakat perlu menjadi pertimbangan
dalam merumuskan kebijakan pembangunan ekonomi wilayah yang tidak hanya
berupaya membangun sumber daya manusia, tetapi juga sumber daya sosial. Dalam
konteks ini Mantra (1993) menyatakan perlunya revitalisasi sumber daya sosial
melalui proses reinterpretasi, reintegrasi dan adaptasi untuk dapat menyerap
dinamika kehidupan yang disebabkan oleh adanya kemajuan ekonomi. Namun bagi
penulis disertasi tersebut bahwa pernyataan Mantra yang berkaitan dengan
revitalisasi pilar kebudayaan melalui Subak,
Banjar adat (Banjar Pakraman) dan Sekaa
tersebut masih berupa wacana yang belum diimplementasikan.
Disamping itu,
dalam benak penulis disertasi terperanjat dengan tesis Palguna dalam Supartha (1999) bahwa fenomena yang
terjadi dalam pembangunan Bali saat ini menimbulkan kegelisahan bagi sekelompok
besar penduduk. Bali berpeluang berubah, tidak lagi menjadi lost
paradise, apabila kebersamaan yang dibangun bersifat artifisial yang
menumbuhkan dikotomi antar hubungan sekala
dan niskala2. Kelembagaan
tradisional yang berperan sebagai pranata sosial dan pranata spiritual berubah
menjadi pranata ekonomi dan politik yang melegalkan segala aktivitas untuk
mencapai keinginan (interest) pribadi
maupun golongan. Dan baginya, Desa pakraman
merupakan salah satu contoh kelembagaan tradisional yang mengalami
pergeseran peran, karena telah mengalami pergeseran secara besar-besaran. Padahal
peran yang diemban dan harus dilakukan serta dipertahnkan adalah sebagai lembaga
yang religius-edukatif. Akan tetapi hal itu tidak terjadi, sehingga pada
gilirannya mengemuka fenomena perubahan kelembagaan tradisional, penurunan
kualitas lingkungan serta kualitas kehidupan sosial.
Bagi penulis
disertasi bahwa perubahan nilai-nilai kearifan lokal yang menyertai proses
pembangunan merupakan biaya sosial yang harus ditanggung masyarakat.
Bagaimanapun, penurunan kualitas kehidupan sosial yang mempengaruhi
soslidaritas dan rasa kebersamaan masyarakat perlu memperolah perhatian serius.
Atas dasar itulah, maka penulis disertasi merumuskan permsalahan dalam fokus
dan ruang lingkup berikut ini:
1.
Bagaimana
sesungguhnya kondisi modal sosial di Bali saat itu?
2.
Benarkah
modal sosial berkontribusi terhadap kesejahteraan dan pembangunan di Bali? Kalau
ya, bagaimana modal sosial berkontribusi terhadap kesejahteraan rumah tangga,
tingkat pembangunan, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi wilayah di Bali?
3.
Apakah
kebijakan pembangunan cenderung melemahkan modal sosial yang telah ada? Kalau
ya, upaya apakah yang harus dilakukan untuk memperbaikinya?
3.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian
tampak sangat searah dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, karena
disebutkan bahwa penelitian ini secara umum bertujuan untuk melakukan
identifikasi dan analisis mengenai modal sosial sebagai salah satu faktor
produktif untuk memacu tingkat pembangunan wilayah dalam upaya mencapai
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang lebih tinggi. Secara rinci,
penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengkaji
komponen dominan modal sosial di Bali.
2.
Mengidentifikasi
dan menganalisis peran modal sosial terhadap
kesejahteraan dan pembangunan.
3.
Menganalisis
prospek kebijakan pemerintah dalam rangka menguatkan modal sosial masyarakat.
Demikian pula
tampak signifikan dengan manfaat yang dihasilkan dari penelitian tersebut,
yakni selain diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pemecahan masalah
ketidakseimbangan pembangunan wilayah antar desa, kecamatan maupun antar
kabupaten yang ada di Bali, juga diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penentuan
kebijakan dalam merumuskan nilai-nilai sosial masyarakat di Provinsi Bali,
menyediakan data-data sosial seperti rasa percaya, jaringan kerja dan
norma-norma serta memberi informasi dan kontribusi terhadap pengembangan ilmu
terutama ekonomi pembangunan wilayah.
4.
METODE PENGUMPULAN DATA
Data yang
dikumpulkan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah mencakup data primer dan
data skunder yang dimulai pada bulan Maret hingga September 2005. Selain itu,
dikumpulkan pula informasi dari responden kunci yang ditentukan secara purposive sesuai dengan informasi yang
ingin diperoleh seperti Bendesa, Bendesa Adat, Klian Subak, Penyuluh Pertanian
serta dewan Pakar. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data primer
mengenai komponen modal sosial di tingkat individu dan kelompok adalah
kuisioner yang terbagi atas 5 kelompok pertanyaan, yaitu: (1) pertanyaan
mengenai kelompok dan jaringan kerja; (2) rasa percaya dan solidaritas; (3)
kegiatan bersama dan kerjasama; (4) informasi dan komunikasi, dan (5) pendapatan
rumah tangga.
Proses pengumpulan
data secara skematis dan integral dapat dilihat dalam Tabel 2, tabel 3 dan
tabel 4 yang mencantumkan definisi variabel Modal Sosial di Tingkat Mikro, Mezo
dan di Tingkat Makro beserta kuisionernya masing-masing.
Tabel 2. Definisi
Variabel Modal Sosial di Tingkat Mikro dan kuesionernya
Variabel
|
Definisi
|
Notasi
dalam Persamaan
|
Pernyataan
dalam Kuisioner
|
Rasa
percaya (Trust)
|
Persentase
responden yang menyatakan mereka percaya pada sesama etnis (thick trust), etnis lain (thin trust), pengelola pemerintah,
pekerja profesional (respons alternatif mereka tidak mempercayai tetangga)
|
Aware (Kesadaran berhati-hati) GN Trust (Rasa Percaya)
DT
(Dinamika Rasa Percaya)
TAE (Thick Trust)
TBE`(Thin Trust)
PEMKAB (Trust terhadap
pemerintah
kabupaten)
P
EMPROP (Trust terhadap pemerintah
provinsi)
POLISI
(Trust terhadap polisi)
GURU
(Trust terhadap Guru)
|
2.1
2.2A
2.4
2.3J
2.3I
2.3D
2.3E
2.3F
2.3G
|
Jaringan
Kerja (Network)
|
Rata-rata
keanggotaan dalam berbagai organisasi formal dan informal, lokal dan regional
yang diikuti
|
DN
(Kepadatan jaringan kerja)
SEXP
(Pengeluaran sosial)
EMPL
(Jumlah anggota
keluarga yang bekerja)
FRIEND
(Jumlah teman)
|
1.1
5.4
5.6
1.24; 1.28
|
Norma
Alturism (Norm)
|
Persentase
responden yang menyatakan bahwa akan selalu membantu kegiatan yang bermanfaat
bagi banyak orang walau tidak menguntungkan diri sendiri (respons alternatif
: tidak membantu atau hanya memikirkan diri sendiri)
|
HN
(Kesediaan saling Bantu)
BNTFSK
(Kemudahan
memperoleh Bantuan
Fisik)
CC
(Kemudahan menitipkan
anak
CHL
(Jumlah anak yang
sekolah)
FR
(Jumlah free rider)
|
2.2C, D; 2.5
2.6
1.27
1.28
2.2 B
|
Disarankan dari Putnam (1993), Grootaert et al. (2004) (cetak biru) dan pemikiran
peneliti. *Lampiran 1
Di ranah mikro, maka
rasa percaya diukur melalui indikator (peubah manifes), rasa percaya sosial (general trust atau GN Trust), kesadaran untuk bersifa hati-hati (aware), dinamika trust (DT)
dan partisipasi dalam setiap kegiatan (PARTSP). Jaringan kerja diukur melalui
peubah manifes kepadatan jaringan kerja (NW), pengeluaran sosial (SEXP) dan
jumlah teman yang diajak berkeluh kesah (FRIEND). Norma diukur melalui peubah
manifes kesediaan menjaga anak-anak tetangga, kerabat maupun teman (CC), jumlah
orang yang bersikap sebagai free rider
(FR) dan kesediaan membantu sesama secara fisik (BNTFSK).
Modal sosial di tingkat
meso mengukur rasa percaya antar anggota maupun rasa percaya anggota terhadap
pemimpinnya, kepatuhan pada norma-norma bersama serta ikatan-ikatan antar kelompok
yang memberi manfaat bagi anggota kelompok yang bersangkutan.
Tabel
3. Definisi Variabel Modal Sosial di Tingkat Meso dan kuesionernya
Variabel
|
Definisi
|
Notasi
dalam Persamaan
|
Pernyataan
dalam Kuisioner
|
Rasa
percaya (Trust)
|
Rasa
percaya organisasi tertentu terhadap organisasi lain
Rasa
percaya terhadap pemimpin kelompok
|
DN
LEADERSP
|
1.15
1.16
|
Jaringan
Kerja (Network)
|
Hubungan
dengan organisasi sejenis di wilayah yang sama
Hubungan
dengan organisasi sejenis di wilayah lain
Hubungan
organisasi lain di wilayah yang sama
Hubungan
organisasi lain di wilayah lain
|
Bonding1
Bonding2
Bridg1
Bridg2
|
1.17
1.18
1.19
1.20
|
Norma
Alturism (Norm)
|
Kesediaan
membayar dana kelompok untuk setiap aktivitas
Kesediaan
membayar dana awal
|
DANAKEL
DANAWL
|
1.21
1.22
|
Disarankan dari Gootaret et al. (2004); Minguel, et
al. (2002); Brata (2004) (cetak biru) dan dikembangkan berdasarkan
pemikiran peneliti.
*Kuisioner tersedia pada Lampiran 1
Rasa percaya diukur
melalui indikator (peubah manifes) kepadatan jaringan kerja dan kepemimpinan,
jaringan kerja diukur dari keterkaitan organisasi dengan organisasi lain
sedangkan norma diukur berdasarkan kesediaan menanggung pembiayaan organisasi.
Pengukuran modal sosial di tingkat meso lebih mencerminkan karakteristik kelompok
yang dalam penelitian ini dibedakan atas tiga kelompok sebagai unit analisis,
yaitu: (1) Komunitas Subak; (2) Komunitas Pariwisata dan (3) Komunitas Desa
Pakraman.
Pengukuran
indikator modal sosial di tingkat makro sedikit berbeda dengan pengukuran indikator
modal sosial di tingkat mikro dan meso, karena menggunakan data panel dari
seluruh kabupaten dan kota di Bali selama jangka waktu lima tahun sejak tahun
1999 hingga 2004. Indikator-indikator yang digunakan pada penelitian ini
didasarkan atas indikator yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu (Putnam,
1993; Collier, 1998, Knack dan Keefer, 1997). Data sekunder diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), Biro Pusat Statistik, Dinas Pariwisata, Dinas
Kebudayaan, Biro Ekonomi dan Bappeda mencakup Data Bali Membangun, Kabupaten
Dalam Angka, PODES, pola konsumsi dan distribusi pendapatan serta SUSENAS.
Pada tingkat makro,
modal sosial dibedakan pula atas bounding
social capital (modal sosial mengikat) dan bridging social capital (modal sosial menyambung). Modal sosial
yang berdasarkan ikatan yang mengikat terbangun dalam organisasi yang memiliki
homogenitas tinggi dalam keanggotaannya yaitu desa pakraman. Semakin banyak
jumlah desa pakraman per-1000 penduduk menunjukkan adanya interaksi yang
semakin intensif yang membangun bounding
social capital. Sebaliknya, indikator yang menggambarkan terbangunnya bridging social capital adalah jumlah
organisasi lain per-1000 penduduk.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
I. 2002. Tantangan Pembangunan Ekonomi
dan Transformasi Sosial : Suatu
Pendekatan Budaya. Humaniora, 14(3):260-270.
Adams
RH, Jr. 2003. Economic Growth, inequality
and Poverty: Finding from A New Data Set. World Bank. Washington D C.
Adler
PS, Woo Kwon S. 1999. Social capital: The
good, the bad and the ugly. Expanded paper from the 1999. Academy of
Management Meeting in Chicago. Los Angeles: Marshall School of Business,
University of Southern California.
Aldridge
S, Halpern D, Fitzpatrick S. 2002. Social
Capital: a Discussion Paper. Performance and Innovation Unit Admiralty Arch
The Mall London W1A2WH1. E-mail: stephen.aldridge@cabinet-offoce.x.gsi.gov.uk
Alesina
A, La Ferrara E. 2000. The Determinant of
Trust. National Bureau of Economics Research. Massachusetts Avenue.
Cambridge. Working Paper 7621.
Anwar
A. 2002. Manajemen Sumber Daya Alam dan
Desentralisasi. Peranan Institusi Lokal dlam Pemecahan Konflik. Program
Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Program Pasca Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Ardhana.
1994. Bali dalam Kilasan Sejarah dalam Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Bali
Post. Bali
Arrow
KJ. 1997. Observations on Social Capital dalam
Dasgupta, P. Dan Serageldin, I. (ed.), Social
Capital: A Multifaceted Perspective. Washington: The World Bamk.
Artadi
IK. 1993. Manusia Bali. Penerbit Bali
Post. Denpasar.
Ascari
D, Di Cosmo V, 2005. Determinan of Total
factor Productivity in The Italian region. Departemen of Economics and
Quantitatif Methods via San Felice 5,27100 Pavia, Italy. gascari@eco.unipv.it.
Axelrod
R. 1984. The Complexity of Cooperation:
Agent-based Models of Competition and Collaboration. Princeton University
Press.
Azwar
S. 2005. Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Badan
Pusat Satistik. 2000. Distribusi
Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 1999. Bali.
Badan
Pusat Statistik. 2001. Distribusi
Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2000. Bali.
Badan
Pusat Statistik. 2002. Distribusi
Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2001. Bali.
Badan
Pusat Statistik. 2003. Distribusi
Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2002. Bali.
Badan
Pusat Statistik. 2004. Distribusi
Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2003. Bali.
Badan
Pusat Statistik. 2004. Peta Penduduk Miskin Indonesia 2000. Bali
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2000. Data
Bali Membangun 1999. Bali
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2001. Data
Bali Membangun 2000. Bali
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2002. Data
Bali Membangun 2001. Bali
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2003. Data
Bali Membangun 2002. Bali
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2003. Profile Daerah Bali 2003. Elektronik
Publikasi. www.bali.go.id
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2004. Data
Bali Membangun 2003. Bali
Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2054. Data
Bali Membangun 2004. Bali
Baier
SL, Dwyer GP Jr, Tamura R. 2002. How
Important Are Capital and Total Factor Productivity for Economic Growth? Research
Departement, Federal Reserve Bank of Atlanta, 1000 Peachtree St. N.E., Atlanta
GA 30309. gdwyer@dwyerecon.com.
Bali
Post. 2007. Pengrusakan Rumah Warga Saat
Hari Raya Nyepi di Tusan. Harian Bali Post. Denpasar. Bali
Bartolini
S, Bonarti M. 2004. Social Capital and
its Role in Production: Does the Depletion of Social Capital Depress Economic
Growth? Universita
Bebbington
A. 1999. Capitals an Capability : A
Framework for Analyzing Peasant Viability, Rulal Livelihoods, and Poverty. World
development, Vol. 7, No 12, pp. 2021 – 2044. Great Britain.
Beugelsdijk
S, Smulders S. 2003. Bridging dan Bonding
Social Capital: Which type is good for economic growth?. Faculty of
Economics. Tilburg University. s.beugelsdijk@uvt.nl
dan j.a.smulders@uvt.nl
Beugelsdijk
S, Van schaik T. 2003. Social Capital and
Regional Economic Growth. Faculty of Economics, Tilburg University. s.beugelsdijk@uvt.nl
Bjornskov
C, Svendsen GT. 2005. Measuring social
capital - is there a single underlying explanation? Working Paper 03-5.
Departement of Economics. Aarhus School of Business. Denmark.
Bollen
KA. 1989. Structural Equation With Latent
Variable. Wiley. New York.
Boot
KA. 1989. The Indonesian Economy in the
Nineteenth and Twentieth Centuries – A History of Missed Opportunities. London.
Macmillan Press, Ltd.
Bourdieu
P. 1980. theProduction of Belief:
contribution to an economy of symbolic goods. Media, Culture and Society,
2(3),261-93
Bourdieu
P. 1986. The Form of Capital. In John
Richardson (ed.), hand Book of Theory and
Research for the Sociology of Education. Greenwood Press. New York.
BPS,
Bappenas, UNDP. 2001. Menuju Konsensus
Baru: Demokrasi dan Pembangunan Manusia di Indonesia
BPS,
Bappenas, UNDP. 2004. Ekonomi dari
Demokrasi. Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia.
Brata
AG. 2004. Social Capital and Credit in A
Javanese Village. Research Institute
University of Atmajaya Yogyakarta.
Budiman
A. 2005. Kebebasan, Negara, Pembangunan. Kumpulan
Tulisan, 1965 – 2005. Pustaka Alvabet dan Freedom Institute. Jakarta.
Casson
M, Godley A. 2000. Cultural Factors in
Economic Growth. Germany. Spinger-Verlag Berlin – Heidelberg.
Coleman
JS. 1988. Social Capital in The Creation
of Human Capital. American Journal of Sociology, Volume 94.
Coleman
JS. 1990. Foundations of social theory. Cambridge
MA : Belknap.
Collier
P. 1998. Social capital and poverty. World
Bank SCI Working Paper no 4,
November. (www.iris.umd.edu/adass/proj/soccap.asp).
Couteau
J. 1995. Bali di Persimpangan Jalan 2.
Sebuah Bunga Rampai. Nusa Data Indo Budaya. Denpasar.
Cristofour
A. 2003. Social capital and Economic
Growth: The Case of Greece. London School of Economic : Paper for the 1st
PhD Symposium on Social Science Rsearch in Greece of the Hellenic Observatory.
Eurapean Institute. asimina@aueb.gr.
Dale
A, Onix J. 2005. A Dynamic Balance.
Social Capital and Sustainable Community Development. UBC Press. Vancouver.
Toronto.
Dasgupta
P, Serageldin I. 2002. Social Capital: A
Multi Faceted Perspective. World Bank, washington, DC.
Dagupta
P. 2005. A Measured Approach: Special
Issue. September 2005. ISSN 0036-8733. Scientific American, Inc, 415
Madison Avenue, New York.
Darumurti
KD, Rauta U. 2000. Otonomi Daerah
Perkembangan Pemikiran dan Pelaksanaan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Defillipis
J. 2001. The Myth of Social in Community
Development. Housing Policy Debat. Volume 12 Issue 4. King’s College.
London.
Delhey
J, Newton K. 2002. Who Trust ? The origin
of Social Trust in Seven Nations. Social Science Research Center Berlin.
Dharmawan
AH. 2002. Kemiskinan Kepercayaan (Yhe
Poverty of Trust), Stok Modal Sosial dan Desintegrasi Sosial. Makalah
Seminar dan Kongres Nasional IV Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI), Bogor 27 – 29
Agustus 2002.
Dwipayana
AAGA. 2005. Globalism: Pergulatan Politik
Respresentasi atas Bali. Uluangkep Press. Denpasar. Bali
Durlauf
SN. 2002. The Empirics of Social Capital
: Some Skeptical Thoughts. Social Development Strategy. University of
Wisconsin.
Durlauf
SN. 2002. Bowling Alone : a review essay,
Journal od Economic Bahaviour and Organization, 47(3) :259-273 (www.ssc.wisc.edu/econ/archive/wp2029.pdf)
Dutt
AK, Ros J. 2003. Development Economics
and Strusturalist Macroeconomics. Essays in Honor of Lance Taylor. Edward
Elgar Cheltenham. UK
Fafchamps
M, Minten B. 2002. Return To Social
Network Capital Among Traders. Oxford Economic Paper, 54, 173-206
Falk
I. 2000. Human Capital and Social
Capital: What’s The Difference. Adult learning Comentary, Number 28. 18
November 2000.
Fak
I. Kilpatrick S. 2000. What is Social
Capital? A study of a rural community. Sociologia Ruralis, 40, (1), pp. 87–110.
Ferlanders
S, Timms D. 2001. Local nets and social
Capital. Telematics and Informatics 18, 51-65.
Fine
B. 2001. Social Capital versus Social
Theory. Political Economy and Social Science at The Turn of The Millennium. Birkbeck
Collage, University of London, UK.
Fox
J. 2002. Structural Equation Model.
Appendix to An R and S-Plus Companion to Applied Regression.
Fox
J. 1984. Linier Statistical Models and
Related Methods: With Applications to Social Research. New York: Wiley.
Frijters
P, Bezemer DJ, Dulleck U. 2003. Contact
Social capital and Market Institution – A Theory of Development. Australian
national University Canberra.
Fukuyama
F. 1995. Trust: The social Virtues and
the Creation of prosperty. The Free
Press, New York.
Fukuyama
F. 1999. Social Capital and Civil
Society. The institute of Public Policy. George Mason University.
International Monetary Fund.
Glaeser
EL, Laibson D, Sacerdote B. 2001. The
Economic Approach of Social Capital. Harvard Universiy, Cambridge,
Massachusetts.
Gonarsyah
I. 1977. Integrasi Perekonomian Perdesaan
dan Perkotaan. Makalah seminar Nasional pengembangan Perekonomian Perdesaan
Indonesia. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas pertanian, IPB.
Granovetter
MS. 1973. The Strength of Weak Ties.
American Journal of Sociology, 78, 1360 – 80.
Grootaert
C. 1999. Social Capital, Household
Welfare and Poverty and Poverty in Indonesia. World Bank Working Papaer,
unpublished.
Grootaert
C. 2001. Does Social Caoital Help the
Poor? A Synthesis of Findings from the Local Level Institutions Studies in
Bolivia, Burkina Faso and Indonesia. Local Level Institutions Working Paper
No. 10, Social Development Departement, World Bank, Washington, D.C.
Grootaert
C, van Bastelaer T. 2002. The Role of
Social Capital in Development An Empirical Assessment. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Grootaert
C, Narayan D, Jones VN, Woolcock M. 2004. Measuring
Social Capital. An Integrated Questionnaire. World Bank Working Paper No.
18. The World Bank D.C.
Gylfason
T. 2002. Principles of Economic Growth.
Oxford University Press.
Hair
JF Jr., Anderson RE, Tatham RL, Black WC. 1998. Multivariate Data Analysis with Readings, 5th Edition. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Hasbullah
J. 2006. Social Capital (Menuju
Keunggulan Budaya Manusia Indonesia). MR-United Press. Jakarta.
Hayami
Y. 2000. Development Economic. From the
Proverty to the Wealth of Nation. Oxford University Press.
Heliwell
JF, Putnam RD. 2000. Economic Growth and
Social Capital in Italy dalam P Dasgupta dan I Serageldin (eds), social Capital: A Multifaceted Perspective. Washington
DC: World Bank, pp.253-68.
Hjerppe
R. 2003. Social Capital and Economic
Growth Revisited. Paper on Government institute for Economic research.
Helsinki.
Ibanez
MA, Lindert K, Woolcock M. 2002. Social
Capital in Guatemala : A Mixeds Method Analysis. Technical paper No. 12.
Guatemala Poverty Assessment Program. aibanez@fedesarrolo.org.co ; klindert@worldbank.org ; mwoolcock@worldbank.org.
Inglehart
R. 1997. Modernization and
Postmodernization: Cultural, Economic and Political Change in 43 Societies,
Princeton University Press. Princeton. New Jersey
Isham
J. 2002. The effect of Social Capital in
Fertilizer Adoption: Evident from Rural Tanzania. Jornal of Amfrican
Economy. OUP11 (1): 39-60.
Iwamoto
N, Subejo. 2001. Social Capital and
Sustainable Rural Development : Characteristics and Functions of Labor
Institutions in Rural Java. The University of Tokyo.
Iyer
S, Kitson M, Toh B. 2005. Social Capital,
Economic Growth and Regional Development. Regional Studies, Vol 39.8,
pp.1011040, November 2005.
Jimenez
EZ. 2005. Economic Growth, Poverty and
Institutions: A Case Study of Bolivia. University of Notre Dame.
Joreskog
KG. 1973. A General Method for Estimating
a Linier Structural Equation System. In Strucrural Equation Models in the
Social Sciences, ad. A. S. Goldberger & O. D. Dun.an. New York: Seminar
Press pp.85-112.
Joreskog
KG, Sorbom D. 1999. Lisrel 8: new
Statistical Features. United State of America.
Juanda
B. 2001. Selection and Modeling of
Sustainable Development Indicators: Indonesian Case. Sustainable
Development Indicators for Southeast Asia. Johnson C. 2003. A Model of Social Capital Formation. Social
Research and Demonstration Corporation Working paper Series 03-01. Canada.
Kennedy
BP, Kawachi I, Stith D P, Lochner K, Gupta V. 1998. Social Capital, Income Inequality and Firearm Violent Crime. Soc.
Sci. Med Vol. 47, No. 1, pp. 7-17. Great Britain.
Kilby
P. 2002. Social Capital and Civil
Society. National Center for Development Studies. Australia National
University.
Kimbrough
SO. 2002. Agents, Game and Evolution. A
Society Ideas. University of Pennsylvania, The Wharton School,
Philadelphia. Email: kimbrough@wharton.upenn.edu.
Kiirwen
E L, Pierce L I. 2002. Breaking Through
Barriers. Rebuilding Trust and Social Capital in Maluku, Indonesia. USAID
DG Partener Conferenc. Development alternative,
Inc,.
Kline
RB. 1998. Principle and Practice of
Structural Equation Moedling. The Guilford Press. New York:
Knack
S, Keefer P. 1997. Does Social Capital
Have An Economic Payoff? A Cross-Country Investigation. The Quarterly
Journal of Economic, 112, pp. 1251-1288, November 1997.
Knack
S. 2000. Social Capital and the Quality
of Government : Evidence from the United States. Policy Research Working
Paper (2504. Development Research Group. World Bank.
Knowles
S. 2005. The Future of Social Capital in
Economic Development Research. A paper for WIDER Jubilee Conference.
Helsinki.
Krugman
PR. 1996. Development Geography and
Economic Theory. MIT Press. Cambridge.
Landes
DS. 1998. The Wealth and Poverty of
Nation – Why Some Are Rich and Some So Poor. W.W Norton & Company.
London
Lawang
RMZ. 2005. Kapital Sosial dalam
Perspektif Sosiologik: suatu Pengantar. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Indonesia. FISIP UI Press. Jakarta
Lesser
LE. 2000. Knowledge and Social Capital :
Foundantion and Applications. Butterworth
Heinemann. United States of America.
Levi
M. 1996. Social And Unsocial Capital: A
Review Essay Of Robert Putnam’s. Making Democracy Work, Politics and
Society. 24 (March): 45-55.
Lin
N. 2001. Social Capital. Cambridge
University Press.
Lipsey
RG, Carlaw K. 2000. What Does Total
Factor Productivity Measure. Number One, Fall. International Productivity
Monitor. Simon Fraser University. Richard G. Lipsey: rlipsey@sfu.ca. Ken Carlaw: k.carlaw@econ.canterbury.ac.nz
Lyberarki
A, Paraskevopoulos CJ. 2002. Social
Capital Measurement in Greece. Paper prepared for the OECD-ONS
International Conference on Social Capital Measurement, London U.K., September
25-27.
Maluccio
J, Haddad L, May J. 2000. Social Capital
and Household Welfare In South Africa 1993-98. Journal of Development
Studies 36(6) p 54-80.
Mantra
IB. 1993. Rahasia Pembangunan Bali :
Revitalilsasi Kebudayaan. Biro Humas dan Protokol Provinsi Bali.
McCawley.
2001. Asian Poverty: What Can Be Done? School
of Economics, The University of Queensland.
Meir
GM, Stiglitz J E. 2001. Frontiers of
Development Economics. The Future in Perspective. World Bank and Oxford
University Press.
Miguel
E, Gertler P, Levine DI. 2002. Did Industrialization Destory Social Capital in
Indonesia? Harvard University dan Word Bank. Emiguel@econ.berkeley.edu.
Miller LD, Scheffler R, Lam S, Rosenberg R, Rupp A.
2003. Social Capital and Helath in
Indonesia. Robert Woord Johnson Foundation dan WHO for Financial Support. dllmiller@ucklink.berkeley.edu
No comments:
Post a Comment