Jan 2, 2014

Tugas Bedah Disertasi NYOMAN UTARI VIPYANTI

STUDI SOSIAL EKONOMI TENTANG KETERKAITAN ANTARA MODAL SOSIAL DAN PEMBANGUNAN WILAYAH

Studi Kasus di Empat Kabupaten Provinsi Bali

Oleh

L A DUPAI DAN PERIBADI


1. PENDEKATAN METODOLOGIS
            Pendekatan metodologis yang digunakan dalam disertasi tersebut dapat dikategorikan sebagai pendekatan "mixing methodes" dan “combine analysis”. Hal itu didasari dengan beberapa alasan:
Pertama, di dalamnya dikembangkan 3 (tiga) hipotesis yang akan diuji dengan analisis kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik non parametrik. Data primer dianalisis dengan mengunakan analisis non-parametrik agar dapat dideskripsikan secara terinci mengenai hubungan antar masing-masing indikator dalam konteks variabel rasa percaya, jaringan kerja dan norma. Sementara hipotesis tentang hubungan antar indikator tersebut diuji berdasarkan nilai korelasi Spearman. Selain itu, dilakukan pula uji beda dua sampel yang tidak berhubungan untuk mengetahui apakah dua populasi memiliki sifat-sifat yang identik. Adapun pernyataan hipotesis dimaksud sebagai berikut:
1.       Komponen modal sosial yang dominan dan memberi kontribusi terbesar adalah rasa percaya.
2.       a.  Modal sosial menyambung (bridging social capital)
 berpengaruh positif terhadap PDRB, dan sebaliknya  modal sosial mengikat (bonding social capital) yang berpengaruh negatif terhadap PDRB.
b.    Terdapat hubungan saling mempengaruhi (keterkaitan)  
antara modal sosial dengan kesejahteraan rumah tangga, pembangunan ekonomi wilayah (IPM), kemiskinan (IKM), output (PDRB), pertumbuhan ekonomi wilayah (Laju PDRB) dan total faktor produktivitas (TFP).
3.       Strategi terbaik bagi pemerintah kabupaten, provinsi dan masyarakat dalam upaya merevitalisasi modal sosial adalah bekerjasama (cooperative).
H0 : m= mBB
H1 : m= mBB
dimana:
mM     = rata-rata populasi di wilayah maju
mBB­    = rata-rata populasi di wilayah belum berkembang
Hipotesis awal (H0) manyatakan bahwa rata-rata populasi di wilayah belum berkembang tidak identik dengan rata-rata di wilayah maju. Sedangkan hipotesis alternatifnya adalah rata-rata populasi di wilayah maju. Hipotesis tersebut digunakan untuk masing-masing indikator modal sosial.
Jika probabilitas lebih besar dari (>) a, maka H0 diterima
Jika probabilitas lebih kecil dari (<) a, maka tidak terdapat cukup bukti untuk menerima H0
Lebih jauh dari itu, maka analisis terhadap seluruh variabel secara bersama-sama dilakukan melalui uji nilai tengah multi variate (peubah ganda). Pengujian yang digunakan adalah statistik T2 Hoteling yang tersedia dalam proses SPSS. Analisis ini bertujuan menguji hipotesa berikut:
H0 ­:   Semua indikator modal sosial di wilayah berkembang sama dengan wilayah maju (m = m0)
H1 :   Setidak-tidaknya ada satu indikator modal sosial yang berbeda antara wilayah maju dan wilayah belum berkembang (mm0)
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
        Jika probabilitas lebih besar dari (>)a, terima H0
            Jika probabilitas lebih kecil dari (<)a, tidak terdapat cukup bukti untuk menerima H0.
        Kedua, penulis disertasi menggunakan Pola Pengukuran Indikator (Peubah Manifes) modal sosial di tingkat mikro, tingkat mezo dan tingkat makro. Misalnya, proses identifikasi modal sosial di tingkat mikro dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap respons yang diberikan oleh responden melalui jawaban kuesioner yang unit analisisnya adalah rumah tangga. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang bersifat nominal dan ordinal seperti tingkat pendidikan, kesehatan, rasa percaya (trust), kesediaan memberi bantuan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk data yang bersifat interval dan rasio seperti besarnya keluarga, pengeluaran rumah tangga, indeks partisipasi, indeks heterogenitas, kepadatan organisasi, jumlah teman dan tingkat kontribusi anggota.
Ketiga, penulis disertasi menggunakan defenisi konseptual dan defenisi operasional dalam konteks Pembangunan dan Modal Sosial. Adapun konsep pembangunan dalam penelitian ini dibatasi pada pembangunan manusia yang terdiri dari empat komponen utama, yaitu: (1) produktivitas (productivity), (2) keadilan (equity), (3) keberlanjutan (substainability), serta (4) pemberdayaan (empowerment). Konsep pembangunan yang digunakan dalam penelitian ini lebih luas dari konsep pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, modal sosial sesungguhnya dibedakan atas tiga tipe: (1) modal sosial mengikat (bounding social capital); (2) modal sosial menyambung (bridging social capital); dan (3) modal sosial mengait (linking social capital). Namun demikian, penelitian ini hanya menganalisis modal sosial yang mengikat dan modal sosial yang menyambung. Konsep modal sosial dalam penelitian ini mengarah pada konsep modal sosial yang dikembangkan oleh aliran ekonomi kelembagaan dengan memberikan penekanan khusus pada hubungan sosial antara modal sosial dan kesejahteraan ekonomi masyarakat serta modal produktif yang terdiri atas rasa percaya, kemampuan seseorang dalam membangun jaringan kerja serta kepatuhannya terhadap norma yang berlaku dalam kelompok maupun masyarakat di sekitarnya.
Batasan rasa percaya adalah keyakinan bahwa orang lain tidak akan berlaku maupun berniat buruk pada diri kita. Jaringan kerja adalah ikatan formal dan informal yang dimiliki seseorang yang diproduksi dari jumlah keangotaannya dalam organisasi serta jumlah teman yang berkeluh kesah kepadanya. Sementara norma adalah nilai-nilai yang bertujuan membangun kegiatan bersama dan menguntungkan bagi semua pihak yang diproduksi dari kemudahan menitipkan anak pada tetangga, memberikan bantuan fisik, uang dan perilaku pembonceng (free rider).
Keempat, penulis disertasi selain menentukan metode sampel daerah penelitian, juga ditentukan sampel responden. Penentuan Provinsi Bali sebagai daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan indikator pertumbuhan maupun pembangunan ekonomi wilayah dan indikator kultural. Saat ini, Bali menghadapi dilema yang mengarah pada konflik kepentingan antara pelestarian budaya (kelompok inward looking) dan peningkatan keterbukaan (kelompok outward looking) dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui sektor pariwisata.
Penentuan kabupaten juga dilakukan secara sengaja (purposive) melalui beberapa pertimbangan indikator sosial dan ekonomi wilayah. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka ditentukan Kabupaten Jembrana, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Karangasem sebagai daerah penelitian. Dua kecamatan di masing-masing kabupaten dipilih melalui stratifikasi berdasarkan lokasi kecamatan terhadap ibukota kabupaten yaitu kecamatan yang memiliki lokasi terdekat dan terjauh. Penentuan lokasi desa juga didasarkan pada lokasi terdekat dan terjauh dari ibukota.
Sementara itu, responden yang diteliti adalah kepala rumah tangga yang bertempat tinggal di desa penelitian, anggota subak, anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), serta anggota Asita (Asosiasi Perjalanan Wisata) dan PHRI (Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia). Rumah tangga dipilih secara acak dari masing-masing desa penelitian yang telah ditetapkan. Jumlah responden ditentukan melalui kuota sebanyak 25 orang pada masing-masing desa dengan pertimbangan homogenitas populasi. Akan tetapi, dalam proses pengelompokan, maka responden ditentukan secara stratified random sampling sebagai berikut:
(1)        Responden yang bertempat tinggal jauh dari pusat pemerintahan (pusat kota) umumnya merupakan daerah perdesaan.
(2)        Responden yang bertempat tinggal dekat dengan pusat pemerintahan (pusat kota) umumnya merupakan daerah perkotaan.
Kelima, secara khusus dalam disertasi tersebut menggunakan studi kasus sebagai bagian integral dari paradigma kualitatif terhadap fenomena degradasi kelembagaan dan pranata sosial yang menggeliat dengan berbagai problematikanya menerpah institusi sosial seperti organisasi pertanian (Subak), pariwisata (HPI, Asita dan PHRI) dan organisasi adat (Banjar Adat)
.

2. PERUMUSAN MASALAH
Dalam upaya merumuskan permasalahan penelitiannya, maka penulis disertasi ini terlebih dahulu beranjat dari beberapa dasar pemikiran, yakni:
Pertama, penulis mengacu dari urgensi modal sosial  (social capital) selain modal ekonomi (economy capital) sebagaimana dikemukakan oleh Bourdieu (1986) yang memberi arah penting dalam kajian pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam konteks ini, modal tidak saja diartikan sebagai sumber daya yang bersifat tangible dan material. Akan tetapi, ada modal sosial yang kini memperoleh perhatian serius dari para ahli ekonomi, ahli politik, ahli sosiologi, dan ahli antropologi.
Kedua, selain modal sosial memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui perluasan kerjasama dan kepercayaan yang tumbuh antar pelaku dalam perusahaan, pasar dan negara, juga penulis disertasi ini mengutip pandangan Mubyarto (2011) bahwa secara khusus Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mampu mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi dalam pelaksanaan program-program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga dan memelihara institusi lokal tradisionalnya seperti subak dan desa (banjar) pakraman, sehingga mendorong masyarakat Bali untuk selalu berpartisipasi dalam mensukseskan program-program pembangunan.
Ketiga, penulis disertasi juga menunjukkan fakta bahwa Bali memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dan stabil terutama karena keberhasilan pengembangan sektor pariwisata (perdagangan, hotel dan restorannya) sebagaimana tercantum dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Bali dan Indonesia Tahun 1997 – 2004

1997
1998
1999
2000
2001
2002
2004
Bali
Indonesia
5,81
4,70
-4,04
-13,68
0,67
0,23
3,05
4,77
3,39
3,32
3,15
3,66
4.62
5.13
Sumber : PDRB Provinsi Bali, 2005 dan Data Statistik Indonesia, 2005
Penulis disertasi ini menandaskan bahwa dinamika kehidupan masyarakat perlu menjadi pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan ekonomi wilayah yang tidak hanya berupaya membangun sumber daya manusia, tetapi juga sumber daya sosial. Dalam konteks ini Mantra (1993) menyatakan perlunya revitalisasi sumber daya sosial melalui proses reinterpretasi, reintegrasi dan adaptasi untuk dapat menyerap dinamika kehidupan yang disebabkan oleh adanya kemajuan ekonomi. Namun bagi penulis disertasi tersebut bahwa pernyataan Mantra yang berkaitan dengan revitalisasi pilar kebudayaan melalui Subak, Banjar adat (Banjar Pakraman) dan Sekaa tersebut masih berupa wacana yang belum diimplementasikan.
Disamping itu, dalam benak penulis disertasi terperanjat dengan tesis Palguna dalam Supartha (1999) bahwa fenomena yang terjadi dalam pembangunan Bali saat ini menimbulkan kegelisahan bagi sekelompok besar penduduk. Bali berpeluang berubah, tidak lagi menjadi  lost paradise, apabila kebersamaan yang dibangun bersifat artifisial yang menumbuhkan dikotomi antar hubungan sekala dan niskala2. Kelembagaan tradisional yang berperan sebagai pranata sosial dan pranata spiritual berubah menjadi pranata ekonomi dan politik yang melegalkan segala aktivitas untuk mencapai keinginan (interest) pribadi maupun golongan. Dan baginya, Desa pakraman merupakan salah satu contoh kelembagaan tradisional yang mengalami pergeseran peran, karena telah mengalami pergeseran secara besar-besaran. Padahal peran yang diemban dan harus dilakukan serta dipertahnkan adalah sebagai lembaga yang religius-edukatif. Akan tetapi hal itu tidak terjadi, sehingga pada gilirannya mengemuka fenomena perubahan kelembagaan tradisional, penurunan kualitas lingkungan serta kualitas kehidupan sosial.
Bagi penulis disertasi bahwa perubahan nilai-nilai kearifan lokal yang menyertai proses pembangunan merupakan biaya sosial yang harus ditanggung masyarakat. Bagaimanapun, penurunan kualitas kehidupan sosial yang mempengaruhi soslidaritas dan rasa kebersamaan masyarakat perlu memperolah perhatian serius. Atas dasar itulah, maka penulis disertasi merumuskan permsalahan dalam fokus dan ruang lingkup berikut ini:
1.    Bagaimana sesungguhnya kondisi modal sosial di Bali saat itu?
2.    Benarkah modal sosial berkontribusi terhadap kesejahteraan dan pembangunan di Bali? Kalau ya, bagaimana modal sosial berkontribusi terhadap kesejahteraan rumah tangga, tingkat pembangunan, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi wilayah di Bali?
3.    Apakah kebijakan pembangunan cenderung melemahkan modal sosial yang telah ada? Kalau ya, upaya apakah yang harus dilakukan untuk memperbaikinya?

3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian tampak sangat searah dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, karena disebutkan bahwa penelitian ini secara umum bertujuan untuk melakukan identifikasi dan analisis mengenai modal sosial sebagai salah satu faktor produktif untuk memacu tingkat pembangunan wilayah dalam upaya mencapai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang lebih tinggi. Secara rinci, penelitian ini bertujuan untuk:
1.   Mengkaji komponen dominan modal sosial di Bali.
2.   Mengidentifikasi dan menganalisis peran modal  sosial terhadap kesejahteraan dan pembangunan.
3.   Menganalisis prospek kebijakan pemerintah dalam rangka menguatkan modal sosial masyarakat.
Demikian pula tampak signifikan dengan manfaat yang dihasilkan dari penelitian tersebut, yakni selain diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pemecahan masalah ketidakseimbangan pembangunan wilayah antar desa, kecamatan maupun antar kabupaten yang ada di Bali, juga diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penentuan kebijakan dalam merumuskan nilai-nilai sosial masyarakat di Provinsi Bali, menyediakan data-data sosial seperti rasa percaya, jaringan kerja dan norma-norma serta memberi informasi dan kontribusi terhadap pengembangan ilmu terutama ekonomi pembangunan wilayah.

4. METODE PENGUMPULAN DATA
Data yang dikumpulkan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah mencakup data primer dan data skunder yang dimulai pada bulan Maret hingga September 2005. Selain itu, dikumpulkan pula informasi dari responden kunci yang ditentukan secara purposive sesuai dengan informasi yang ingin diperoleh seperti Bendesa, Bendesa Adat, Klian Subak, Penyuluh Pertanian serta dewan Pakar. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data primer mengenai komponen modal sosial di tingkat individu dan kelompok adalah kuisioner yang terbagi atas 5 kelompok pertanyaan, yaitu: (1) pertanyaan mengenai kelompok dan jaringan kerja; (2) rasa percaya dan solidaritas; (3) kegiatan bersama dan kerjasama; (4) informasi dan komunikasi, dan (5) pendapatan rumah tangga.
Proses pengumpulan data secara skematis dan integral dapat dilihat dalam Tabel 2, tabel 3 dan tabel 4 yang mencantumkan definisi variabel Modal Sosial di Tingkat Mikro, Mezo dan di Tingkat Makro beserta kuisionernya masing-masing.
Tabel 2. Definisi Variabel Modal Sosial di Tingkat Mikro dan kuesionernya
Variabel
Definisi
Notasi dalam Persamaan
Pernyataan dalam Kuisioner
Rasa percaya (Trust)
Persentase responden yang menyatakan mereka percaya pada sesama etnis (thick trust), etnis lain (thin trust), pengelola pemerintah, pekerja profesional (respons alternatif mereka tidak mempercayai tetangga)
Aware (Kesadaran berhati-hati) GN Trust (Rasa Percaya)
DT (Dinamika Rasa Percaya)
TAE (Thick Trust)
TBE`(Thin Trust)
PEMKAB (Trust terhadap
pemerintah kabupaten)
P EMPROP (Trust terhadap pemerintah provinsi)
POLISI (Trust terhadap polisi)
GURU (Trust terhadap Guru)

2.1
2.2A
2.4
2.3J
2.3I
2.3D

2.3E

2.3F
2.3G
Jaringan Kerja (Network)
Rata-rata keanggotaan dalam berbagai organisasi formal dan informal, lokal dan regional yang diikuti
DN (Kepadatan jaringan kerja)
SEXP (Pengeluaran sosial)
EMPL (Jumlah anggota
       keluarga yang bekerja)
FRIEND (Jumlah teman)
1.1
5.4
5.6

1.24; 1.28
Norma Alturism (Norm)
Persentase responden yang menyatakan bahwa akan selalu membantu kegiatan yang bermanfaat bagi banyak orang walau tidak menguntungkan diri sendiri (respons alternatif : tidak membantu atau hanya memikirkan diri sendiri)
HN (Kesediaan saling Bantu)
BNTFSK (Kemudahan      
      memperoleh Bantuan
      Fisik)
CC (Kemudahan menitipkan
      anak
CHL (Jumlah anak yang
      sekolah)
FR (Jumlah free rider)
2.2C, D; 2.5
2.6
1.27
1.28
2.2 B
Disarankan dari Putnam (1993), Grootaert et al. (2004) (cetak biru) dan pemikiran peneliti. *Lampiran 1

Di ranah mikro, maka rasa percaya diukur melalui indikator (peubah manifes), rasa percaya sosial (general trust atau GN Trust), kesadaran untuk bersifa hati-hati (aware), dinamika trust (DT) dan partisipasi dalam setiap kegiatan (PARTSP). Jaringan kerja diukur melalui peubah manifes kepadatan jaringan kerja (NW), pengeluaran sosial (SEXP) dan jumlah teman yang diajak berkeluh kesah (FRIEND). Norma diukur melalui peubah manifes kesediaan menjaga anak-anak tetangga, kerabat maupun teman (CC), jumlah orang yang bersikap sebagai free rider (FR) dan kesediaan membantu sesama secara fisik (BNTFSK).
Modal sosial di tingkat meso mengukur rasa percaya antar anggota maupun rasa percaya anggota terhadap pemimpinnya, kepatuhan pada norma-norma bersama serta ikatan-ikatan antar kelompok yang memberi manfaat bagi anggota kelompok yang bersangkutan.
Tabel 3. Definisi Variabel Modal Sosial di Tingkat Meso dan kuesionernya
Variabel
Definisi
Notasi dalam Persamaan
Pernyataan dalam Kuisioner
Rasa percaya (Trust)
Rasa percaya organisasi tertentu terhadap organisasi lain
Rasa percaya terhadap pemimpin kelompok
DN

LEADERSP

1.15

1.16
Jaringan Kerja (Network)
Hubungan dengan organisasi sejenis di wilayah yang sama
Hubungan dengan organisasi sejenis di wilayah lain
Hubungan organisasi lain di wilayah yang sama
Hubungan organisasi lain di wilayah lain

Bonding1

Bonding2

Bridg1

Bridg2

1.17

1.18

1.19

1.20
Norma Alturism (Norm)
Kesediaan membayar dana kelompok untuk setiap aktivitas

Kesediaan membayar dana awal
DANAKEL


DANAWL
1.21


1.22
Disarankan dari Gootaret et al. (2004); Minguel, et al. (2002); Brata (2004) (cetak biru) dan dikembangkan berdasarkan pemikiran peneliti.
*Kuisioner tersedia pada Lampiran 1
Rasa percaya diukur melalui indikator (peubah manifes) kepadatan jaringan kerja dan kepemimpinan, jaringan kerja diukur dari keterkaitan organisasi dengan organisasi lain sedangkan norma diukur berdasarkan kesediaan menanggung pembiayaan organisasi. Pengukuran modal sosial di tingkat meso lebih mencerminkan karakteristik kelompok yang dalam penelitian ini dibedakan atas tiga kelompok sebagai unit analisis, yaitu: (1) Komunitas Subak; (2) Komunitas Pariwisata dan (3) Komunitas Desa Pakraman.
Pengukuran indikator modal sosial di tingkat makro sedikit berbeda dengan pengukuran indikator modal sosial di tingkat mikro dan meso, karena menggunakan data panel dari seluruh kabupaten dan kota di Bali selama jangka waktu lima tahun sejak tahun 1999 hingga 2004. Indikator-indikator yang digunakan pada penelitian ini didasarkan atas indikator yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu (Putnam, 1993; Collier, 1998, Knack dan Keefer, 1997). Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Biro Pusat Statistik, Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, Biro Ekonomi dan Bappeda mencakup Data Bali Membangun, Kabupaten Dalam Angka, PODES, pola konsumsi dan distribusi pendapatan serta SUSENAS.
Pada tingkat makro, modal sosial dibedakan pula atas bounding social capital (modal sosial mengikat) dan bridging social capital (modal sosial menyambung). Modal sosial yang berdasarkan ikatan yang mengikat terbangun dalam organisasi yang memiliki homogenitas tinggi dalam keanggotaannya yaitu desa pakraman. Semakin banyak jumlah desa pakraman per-1000 penduduk menunjukkan adanya interaksi yang semakin intensif yang membangun bounding social capital. Sebaliknya, indikator yang menggambarkan terbangunnya bridging social capital adalah jumlah organisasi lain per-1000 penduduk.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah I. 2002. Tantangan Pembangunan Ekonomi dan Transformasi Sosial : Suatu Pendekatan Budaya. Humaniora, 14(3):260-270.
Adams RH, Jr. 2003. Economic Growth, inequality and Poverty: Finding from A New Data Set. World Bank. Washington D C.
Adler PS, Woo Kwon S. 1999. Social capital: The good, the bad and the ugly. Expanded paper from the 1999. Academy of Management Meeting in Chicago. Los Angeles: Marshall School of Business, University of Southern California.
Aldridge S, Halpern D, Fitzpatrick S. 2002. Social Capital: a Discussion Paper. Performance and Innovation Unit Admiralty Arch The Mall London W1A2WH1. E-mail: stephen.aldridge@cabinet-offoce.x.gsi.gov.uk
Alesina A, La Ferrara E. 2000. The Determinant of Trust. National Bureau of Economics Research. Massachusetts Avenue. Cambridge. Working Paper 7621.
Anwar A. 2002. Manajemen Sumber Daya Alam dan Desentralisasi. Peranan Institusi Lokal dlam Pemecahan Konflik. Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Ardhana. 1994. Bali dalam Kilasan Sejarah dalam Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Bali Post. Bali
Arrow KJ. 1997. Observations on Social Capital dalam Dasgupta, P. Dan Serageldin, I. (ed.), Social Capital: A Multifaceted Perspective. Washington: The World Bamk.
Artadi IK. 1993. Manusia Bali. Penerbit Bali Post. Denpasar.
Ascari D, Di Cosmo V, 2005. Determinan of Total factor Productivity in The Italian region. Departemen of Economics and Quantitatif Methods via San Felice 5,27100 Pavia, Italy. gascari@eco.unipv.it.
Axelrod R. 1984. The Complexity of Cooperation: Agent-based Models of Competition and Collaboration. Princeton University Press.
Azwar S. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Badan Pusat Satistik. 2000. Distribusi Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 1999. Bali.
Badan Pusat Statistik. 2001. Distribusi Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2000. Bali.
Badan Pusat Statistik. 2002. Distribusi Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2001. Bali.
Badan Pusat Statistik. 2003. Distribusi Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2002. Bali.
Badan Pusat Statistik. 2004. Distribusi Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Provinsi Bali Tahun 2003. Bali.
Badan Pusat Statistik. 2004. Peta Penduduk Miskin Indonesia 2000. Bali
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2000. Data Bali Membangun 1999. Bali
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2001. Data Bali Membangun 2000. Bali
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2002. Data Bali Membangun 2001. Bali
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2003. Data Bali Membangun 2002. Bali
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2003. Profile Daerah Bali 2003. Elektronik Publikasi. www.bali.go.id
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2004. Data Bali Membangun 2003. Bali
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bali. 2054. Data Bali Membangun 2004. Bali
Baier SL, Dwyer GP Jr, Tamura R. 2002. How Important Are Capital and Total Factor Productivity for Economic Growth? Research Departement, Federal Reserve Bank of Atlanta, 1000 Peachtree St. N.E., Atlanta GA 30309. gdwyer@dwyerecon.com.
Bali Post. 2007. Pengrusakan Rumah Warga Saat Hari Raya Nyepi di Tusan. Harian Bali Post. Denpasar. Bali
Bartolini S, Bonarti M. 2004. Social Capital and its Role in Production: Does the Depletion of Social Capital Depress Economic Growth? Universita
Bebbington A. 1999. Capitals an Capability : A Framework for Analyzing Peasant Viability, Rulal Livelihoods, and Poverty. World development, Vol. 7, No 12, pp. 2021 – 2044. Great Britain.
Beugelsdijk S, Smulders S. 2003. Bridging dan Bonding Social Capital: Which type is good for economic growth?. Faculty of Economics. Tilburg University. s.beugelsdijk@uvt.nl dan j.a.smulders@uvt.nl
Beugelsdijk S, Van schaik T. 2003. Social Capital and Regional Economic Growth. Faculty of Economics, Tilburg University. s.beugelsdijk@uvt.nl
Bjornskov C, Svendsen GT. 2005. Measuring social capital - is there a single underlying explanation? Working Paper 03-5. Departement of Economics. Aarhus School of Business. Denmark.
Bollen KA. 1989. Structural Equation With Latent Variable. Wiley. New York.
Boot KA. 1989. The Indonesian Economy in the Nineteenth and Twentieth Centuries – A History of Missed Opportunities. London. Macmillan Press, Ltd.
Bourdieu P. 1980. theProduction of Belief: contribution to an economy of symbolic goods. Media, Culture and Society, 2(3),261-93
Bourdieu P. 1986. The Form of Capital. In John Richardson (ed.), hand Book of Theory and Research for the Sociology of Education. Greenwood Press. New York.
BPS, Bappenas, UNDP. 2001. Menuju Konsensus Baru: Demokrasi dan Pembangunan Manusia di Indonesia
BPS, Bappenas, UNDP. 2004. Ekonomi dari Demokrasi. Membiayai Pembangunan Manusia Indonesia.
Brata AG. 2004. Social Capital and Credit in A Javanese Village. Research Institute University of Atmajaya Yogyakarta.
Budiman A. 2005. Kebebasan, Negara, Pembangunan. Kumpulan Tulisan, 1965 – 2005. Pustaka Alvabet dan Freedom Institute. Jakarta.
Casson M, Godley A. 2000. Cultural Factors in Economic Growth. Germany. Spinger-Verlag Berlin – Heidelberg.
Coleman JS. 1988. Social Capital in The Creation of Human Capital. American Journal of Sociology, Volume 94.
Coleman JS. 1990. Foundations of social theory. Cambridge MA : Belknap.
Collier P. 1998. Social capital and poverty. World Bank SCI Working Paper no 4, November. (www.iris.umd.edu/adass/proj/soccap.asp).
Couteau J. 1995. Bali di Persimpangan Jalan 2. Sebuah Bunga Rampai. Nusa Data Indo Budaya. Denpasar.
Cristofour A. 2003. Social capital and Economic Growth: The Case of Greece. London School of Economic : Paper for the 1st PhD Symposium on Social Science Rsearch in Greece of the Hellenic Observatory. Eurapean Institute. asimina@aueb.gr.
Dale A, Onix J. 2005. A Dynamic Balance. Social Capital and Sustainable Community Development. UBC Press. Vancouver. Toronto.
Dasgupta P, Serageldin I. 2002. Social Capital: A Multi Faceted Perspective. World Bank, washington, DC.
Dagupta P. 2005. A Measured Approach: Special Issue. September 2005. ISSN 0036-8733. Scientific American, Inc, 415 Madison Avenue, New York.
Darumurti KD, Rauta U. 2000. Otonomi Daerah Perkembangan Pemikiran dan Pelaksanaan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Defillipis J. 2001. The Myth of Social in Community Development. Housing Policy Debat. Volume 12 Issue 4. King’s College. London.
Delhey J, Newton K. 2002. Who Trust ? The origin of Social Trust in Seven Nations. Social Science Research Center Berlin.
Dharmawan AH. 2002. Kemiskinan Kepercayaan (Yhe Poverty of Trust), Stok Modal Sosial dan Desintegrasi Sosial. Makalah Seminar dan Kongres Nasional IV Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI), Bogor 27 – 29 Agustus 2002.
Dwipayana AAGA. 2005. Globalism: Pergulatan Politik Respresentasi atas Bali. Uluangkep Press. Denpasar. Bali
Durlauf SN. 2002. The Empirics of Social Capital : Some Skeptical Thoughts. Social Development Strategy. University of Wisconsin.
Durlauf SN. 2002. Bowling Alone : a review essay, Journal od Economic Bahaviour and Organization, 47(3) :259-273 (www.ssc.wisc.edu/econ/archive/wp2029.pdf)
Dutt AK, Ros J. 2003. Development Economics and Strusturalist Macroeconomics. Essays in Honor of Lance Taylor. Edward Elgar Cheltenham. UK
Fafchamps M, Minten B. 2002. Return To Social Network Capital Among Traders. Oxford Economic Paper, 54, 173-206
Falk I. 2000. Human Capital and Social Capital: What’s The Difference. Adult learning Comentary, Number 28. 18 November 2000.
Fak I. Kilpatrick S. 2000. What is Social Capital? A study of a rural community. Sociologia Ruralis, 40, (1), pp. 87–110.
Ferlanders S, Timms D. 2001. Local nets and social Capital. Telematics and Informatics 18, 51-65.
Fine B. 2001. Social Capital versus Social Theory. Political Economy and Social Science at The Turn of The Millennium. Birkbeck Collage, University of London, UK.
Fox J. 2002. Structural Equation Model. Appendix to An R and S-Plus Companion to Applied Regression.
Fox J. 1984. Linier Statistical Models and Related Methods: With Applications to Social Research. New York: Wiley.
Frijters P, Bezemer DJ, Dulleck U. 2003. Contact Social capital and Market Institution – A Theory of Development. Australian national University Canberra.
Fukuyama F. 1995. Trust: The social Virtues and the Creation of prosperty. The Free Press, New York.
Fukuyama F. 1999. Social Capital and Civil Society. The institute of Public Policy. George Mason University. International Monetary Fund.
Glaeser EL, Laibson D, Sacerdote B. 2001. The Economic Approach of Social Capital. Harvard Universiy, Cambridge, Massachusetts.
Gonarsyah I. 1977. Integrasi Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Makalah seminar Nasional pengembangan Perekonomian Perdesaan Indonesia. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas pertanian, IPB.
Granovetter MS. 1973. The Strength of Weak Ties. American Journal of Sociology, 78, 1360 – 80.
Grootaert C. 1999. Social Capital, Household Welfare and Poverty and Poverty in Indonesia. World Bank Working Papaer, unpublished.
Grootaert C. 2001. Does Social Caoital Help the Poor? A Synthesis of Findings from the Local Level Institutions Studies in Bolivia, Burkina Faso and Indonesia. Local Level Institutions Working Paper No. 10, Social Development Departement, World Bank, Washington, D.C.
Grootaert C, van Bastelaer T. 2002. The Role of Social Capital in Development An Empirical Assessment. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
Grootaert C, Narayan D, Jones VN, Woolcock M. 2004. Measuring Social Capital. An Integrated Questionnaire. World Bank Working Paper No. 18. The World Bank D.C.
Gylfason T. 2002. Principles of Economic Growth. Oxford University Press.
Hair JF Jr., Anderson RE, Tatham RL, Black WC. 1998. Multivariate Data Analysis with Readings, 5th Edition. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Hasbullah J. 2006. Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia). MR-United Press. Jakarta.
Hayami Y. 2000. Development Economic. From the Proverty to the Wealth of Nation. Oxford University Press.
Heliwell JF, Putnam RD. 2000. Economic Growth and Social Capital in Italy dalam P Dasgupta dan I Serageldin (eds), social Capital: A Multifaceted Perspective. Washington DC: World Bank, pp.253-68.
Hjerppe R. 2003. Social Capital and Economic Growth Revisited. Paper on Government institute for Economic research. Helsinki.
Ibanez MA, Lindert K, Woolcock M. 2002. Social Capital in Guatemala : A Mixeds Method Analysis. Technical paper No. 12. Guatemala Poverty Assessment Program. aibanez@fedesarrolo.org.co ; klindert@worldbank.org ; mwoolcock@worldbank.org.
Inglehart R. 1997. Modernization and Postmodernization: Cultural, Economic and Political Change in 43 Societies, Princeton University Press. Princeton. New Jersey
Isham J. 2002. The effect of Social Capital in Fertilizer Adoption: Evident from Rural Tanzania. Jornal of Amfrican Economy. OUP11 (1): 39-60.
Iwamoto N, Subejo. 2001. Social Capital and Sustainable Rural Development : Characteristics and Functions of Labor Institutions in Rural Java. The University of Tokyo.
Iyer S, Kitson M, Toh B. 2005. Social Capital, Economic Growth and Regional Development. Regional Studies, Vol 39.8, pp.1011040, November 2005.
Jimenez EZ. 2005. Economic Growth, Poverty and Institutions: A Case Study of Bolivia. University of Notre Dame.
Joreskog KG. 1973. A General Method for Estimating a Linier Structural Equation System. In Strucrural Equation Models in the Social Sciences, ad. A. S. Goldberger & O. D. Dun.an. New York: Seminar Press pp.85-112.
Joreskog KG, Sorbom D. 1999. Lisrel 8: new Statistical Features. United State of America.
Juanda B. 2001. Selection and Modeling of Sustainable Development Indicators: Indonesian Case. Sustainable Development Indicators for Southeast Asia. Johnson C. 2003. A Model of Social Capital Formation. Social Research and Demonstration Corporation Working paper Series 03-01. Canada.
Kennedy BP, Kawachi I, Stith D P, Lochner K, Gupta V. 1998. Social Capital, Income Inequality and Firearm Violent Crime. Soc. Sci. Med Vol. 47, No. 1, pp. 7-17. Great Britain.
Kilby P. 2002. Social Capital and Civil Society. National Center for Development Studies. Australia National University.
Kimbrough SO. 2002. Agents, Game and Evolution. A Society Ideas. University of Pennsylvania, The Wharton School, Philadelphia. Email: kimbrough@wharton.upenn.edu.
Kiirwen E L, Pierce L I. 2002. Breaking Through Barriers. Rebuilding Trust and Social Capital in Maluku, Indonesia. USAID DG Partener Conferenc. Development alternative, Inc,.
Kline RB. 1998. Principle and Practice of Structural Equation Moedling. The Guilford Press. New York:
Knack S, Keefer P. 1997. Does Social Capital Have An Economic Payoff? A Cross-Country Investigation. The Quarterly Journal of Economic, 112, pp. 1251-1288, November 1997.
Knack S. 2000. Social Capital and the Quality of Government : Evidence from the United States. Policy Research Working Paper (2504. Development Research Group. World Bank.
Knowles S. 2005. The Future of Social Capital in Economic Development Research. A paper for WIDER Jubilee Conference. Helsinki.
Krugman PR. 1996. Development Geography and Economic Theory. MIT Press. Cambridge.
Landes DS. 1998. The Wealth and Poverty of Nation – Why Some Are Rich and Some So Poor. W.W Norton & Company. London
Lawang RMZ. 2005. Kapital Sosial dalam Perspektif Sosiologik: suatu Pengantar. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. FISIP UI Press. Jakarta
Lesser LE. 2000. Knowledge and Social Capital : Foundantion and  Applications. Butterworth Heinemann. United States of America.
Levi M. 1996. Social And Unsocial Capital: A Review Essay Of Robert Putnam’s. Making Democracy Work, Politics and Society. 24 (March): 45-55.
Lin N. 2001. Social Capital. Cambridge University Press.
Lipsey RG, Carlaw K. 2000. What Does Total Factor Productivity Measure. Number One, Fall. International Productivity Monitor. Simon Fraser University. Richard G. Lipsey: rlipsey@sfu.ca. Ken Carlaw: k.carlaw@econ.canterbury.ac.nz
Lyberarki A, Paraskevopoulos CJ. 2002. Social Capital Measurement in Greece. Paper prepared for the OECD-ONS International Conference on Social Capital Measurement, London U.K., September 25-27.
Maluccio J, Haddad L, May J. 2000. Social Capital and Household Welfare In South Africa 1993-98. Journal of Development Studies 36(6) p 54-80.
Mantra IB. 1993. Rahasia Pembangunan Bali : Revitalilsasi Kebudayaan. Biro Humas dan Protokol Provinsi Bali.
McCawley. 2001. Asian Poverty: What Can Be Done? School of Economics, The University of Queensland.
Meir GM, Stiglitz J E. 2001. Frontiers of Development Economics. The Future in Perspective. World Bank and Oxford University Press.
Miguel E, Gertler P, Levine DI. 2002. Did Industrialization Destory Social Capital in Indonesia? Harvard University dan Word Bank. Emiguel@econ.berkeley.edu.
Miller LD, Scheffler R, Lam S, Rosenberg R, Rupp A. 2003. Social Capital and Helath in Indonesia. Robert Woord Johnson Foundation dan WHO for Financial Support. dllmiller@ucklink.berkeley.edu

No comments:

Post a Comment