Perilaku penyimpangan terhadap penggunaan dana kemanusiaan yang demikian marak berlangsung sejak munculnya program penanggulangan kemiskinan (Pronangkis) dan Anggaran Dana Desa (ADD), adalah mengindikasikan pentingnya revolusi mental dikedepankan melalui injeksi value power budaya ke dalam ranah pembangunan. Dalam konteks inilah, Okalo/Kalosara/Osara sebagai benda yang sangat diyakini kesaktian dan kesakralaannya oleh komunitas Tolaki/Mekongga, direfleksikan ke dalam sebuah formulasi sinergisitas dan strategis untuk membangun aktor dan aktris pembangunan serta aktivis pemberdayaan masa depan.
Mengacu dari perspektif “Kulturalis Weberian”, sesungguhnya proses injeksi value power Kalosara ke dalam proses penyelenggaraan Musrenbang, adalah tidak hanya dimaksudkan untuk menampilkan musyawarah kondusif dan humanis. Akan tetapi, yang lebih terpenting adalah dapat menjadi kekuatan penggerak (driving force) penggunaan dana-dana kemanusian secara efisien dan efektif serta jujur dan adil. Dan tentu saja ke depan, Musrenbang tidak lagi tampil dominan sebagai acara serimonial, ritualistik, kolutif dan transaksional yang sekedar menggugurkan persyaratan prosedural dan regulasinya. Akan tetapi, kelak menjadi ruang sosial yang dapat mempertemukan gagasan dan aspirasi serta kebutuhan warga masyarakat.
Hasil formulasi strategis tersebut
merupakan refleksi dari proses Musrenbang sebagai perencanaan partisipatif
modern yang diintegrasikan dengan pola perencanaan khas tradisional Meobu-Obu.
Hal itu tertuang dalam pranata sosial Onapo/Okambo yang dipimpin oleh seseorang
yang dituakan (Toono Motua). Begitu pula, proses penyelenggaraan Musrenbang di tingkat
kecamatan (Otobu) yang dipimpin oleh Puu’tobu dan Kabupaten (Sapati) serta Mokole
atau Sangia di tingkat Provinsi. Secara visual, hasil konstruksi merupakan Perencanaan
Participatory berbasis Kalosara telah dikonfirmasi oleh para validator ahli dari
kalangan akademisi, politisi dan bangsawan Tolaki/Mekongga.
No comments:
Post a Comment