Alam pedesaan adalah tak ubahnya gadis cantik yang demikian elok dipandang mata. Dalam perspektif teori struktural yang berpangkal pada filsafat materialisme, negara-negara pra-kapitalis di Asia diibaratkan sebagai seorang puteri cantik nan jelita yang tengah menunggu ciuman dari sang pangeran tampan. Namun kemudian Marx tidak mengetahui bahwa ternyata ciuman itu adalah beracun. Itulah perumpamaan alam pedesaan kita ketika mendapat sentuhan beracun dari kaum industriawan atau koorporasi. Betapa tidak, alam pedesaan yang asri dan alamiah di masa lalu, kini seakan tak mempesona lagi dan bahkan rongga hidung menjadi tersendat dan dada terasa sesak nafas ketika kita datang menghampirinya.
Alam pedesaan yang pada masa lalu dilambari dengan bunyi siamang, alunan ombak yang berdenting dan angin sepoi-sepoi yang bertiup demikian indah terasa, karena menyatu dengan napas kehidupan sebuah perkampungan. Namun kini, deforestase yang berkelindan dengan dekulturisasi dan despritualisasi beserta aneka bentuk degradasi lainnya, seakan terus membahana ke penjuru bumi persada. Bagi perkampungan desa yang berdekatan dengan industri pertambangan, maka peralatan indutri pertambangan nikel dan mobil-mobil raksasa pengangkut tanah nikel terus berpacu dengan kecepatan tinggi. Tak ubahnya sebuah balapan mobil yang tengah mengitari ruang sirkuit di tengah hutan belantara. Mungkin itulah pertanda awal takluknya alam terhadap deru-debu modernisasi dan industrialisasi dengan berbagai problematikanya.
Akhirnya, kita tidak hanya
kehilangan satwa serta punahnya keindahan jenis fauna lainnya nan mempesona
itu. Akan tetapi, tampaknya warga komunitas perdesaan terasa mulai kehilangan
rasa bersatu dengan alam sekitarnya. Padahal alam semesta merupakan bagian
integral dari dirinya sendiri, sehingga merusak alam adalah berarti merusak
sekunjur tubuhnya. Betapa menyedihkan, karena hampir semua komponen masyarakat,
terutama kaum elite yang diamanahi tugas dan tanggung jawab, seakan tak peduli lagi
dengan keselamatan ekosistem dan lingkungan sosial budaya kita. Semuanya seakan
terlena dan terhipnotis dengan seonggok materi yang berpacu di arena balapan
mobil yang mendering dengan kecepatan tinggi, hingga berujung kepada penghancuran
hutan belantara dan kapital sosial yang mempesona di masa lalu.
No comments:
Post a Comment