Nov 16, 2020

THE STRATEGY OF EMPOWERMENT BASED ON ESQ POWER

 


 THE STRATEGY OF EMPOWERMENT BASED ON ESQ POWER

 A SOCIAL INNOVATION IN THE POVERTY OVERCOMING


Peribadi 

Department of Sociology Sciences, Faculty of Social and Political Science Halu Oleo University, Southeast Sulawesi Email: citaperibadi@gmail.com 

 

DOI: http://dx.doi.org/ 10.18860/el.v19i2.4208 el Harakah Vol. 19 No. 2 Tahun 2017 

Abstract. This research aimed to develop an innovation of empowerment strategy on ESQ Power – Based. It was designed through a phenomenology deductive, a case study and the methodof research and development or the procedure of member check. The three of them were used eclectically in order to design an ideal formulation. The research findings indicated that the actors and actresses of poverty overcoming in Kendari City have not had the emotional intelligence and spiritual intelligence yet as ESQ Power. As a result, they were not optimal in performing their duties, roles and responsibilities. Therefore, the urgency of empowerment paradigm on ESQ Power – Based that has been formulated and validated by the skillful validator must be used in the future to increase the sense of responsibility of the actor network in overcoming the pauperization and poverty.

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah inovasi strategi pemberdayaan berbasis ESQ Power. Hal itu dirancang melalui deduksi fenomenologis, studi kasus serta metode penelitian dan pengembangan atau prosedur member check. Ketiganya digunakan secara eklektik untuk merancang formulasi ideal. Temuan penelitian menunjukkan bahwa aktor dan aktris penanggulangan kemiskinan di Kota Kendari belum memiliki kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual sebagai ESQ Power. Akibatnya, mereka tidak optimal dalam menjalankan tugas, peran dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, urgensi paradigma pemberdayaan berbasis ESQ Power yang telah dirumuskan dan divalidasi oleh validator ahli tersebut harus mulai digunakan ke depan untuk meningkatkan rasa tanggung jawab jaringan aktor dalam mengatasi pemiskinan dan kemiskinan.

Keywords: ESQ power; innovation empowerment; strategy 

Nov 15, 2020

PROPHETIC EPISTEMOLOGY DISCOURSE: An Initial Thought

 


In actuality, the substantial meaning contained in this writing, it is not the reflection of personal scepticism in the form of stigmatization on left terminology as phacism, communist, socialism and capitalism, and other ideological movements regarding with it. Likewise, the content of this writing is not the reflection of soul in the historical traumatic form as the result of the existence Indonesian Communist Party rebellion in Indonesia with its social implications. However, this writing is a reflective critical analysis in the form of the discourse of alternative epistemological paradigm having the intention of upholding the human's strength as a University of life, so that brain and spiritual faculties are functional integrally and interdependently. In this context, besides no longer wanting to be captive mind towards eurocentrism, but it is also influenced the ambition to strive maximally to offer an integralism paradigm reflecting the strength of universal ontological and epistemological status. In turn, the dream on the existence of human as university to make the ratio and spiritual  to function maximally so that they can be looked forward. It is not conversely that as in left epistemology that so far it has not only done the cutting on the potential and autothenticity of human, but it must also keep idolizing the rationalism and empiricism that so far has acted to be anarchist, arrogant, and totalized and claimed the self as the owner of the single truth. Only the God who knows everything.

 

 


SOSIOLOGI PERDESAAN Sebuah Tinjauan Teoritis dan Praktikal

 

Alam pedesaan adalah tak ubahnya gadis cantik yang demikian elok dipandang mata. Dalam perspektif teori struktural yang berpangkal pada filsafat materialisme, negara-negara pra-kapitalis di Asia diibaratkan sebagai seorang puteri cantik nan jelita yang tengah menunggu ciuman dari sang pangeran tampan. Namun kemudian Marx tidak mengetahui bahwa ternyata ciuman itu adalah beracun. Itulah perumpamaan alam pedesaan kita ketika mendapat sentuhan beracun dari kaum industriawan atau koorporasi. Betapa tidak, alam pedesaan yang asri dan alamiah di masa lalu, kini seakan tak mempesona lagi dan bahkan rongga hidung menjadi tersendat dan dada terasa sesak nafas ketika kita datang menghampirinya.

 Alam pedesaan yang pada masa lalu dilambari dengan bunyi siamang, alunan ombak yang berdenting dan angin sepoi-sepoi yang bertiup demikian indah terasa, karena menyatu dengan napas kehidupan sebuah perkampungan. Namun kini, deforestase yang berkelindan dengan dekulturisasi dan despritualisasi beserta aneka bentuk degradasi lainnya, seakan terus membahana ke penjuru bumi persada. Bagi perkampungan desa yang berdekatan dengan industri pertambangan, maka peralatan indutri pertambangan nikel dan mobil-mobil raksasa pengangkut tanah nikel terus berpacu dengan kecepatan tinggi. Tak ubahnya sebuah balapan mobil yang tengah mengitari ruang sirkuit di tengah hutan belantara. Mungkin itulah pertanda awal takluknya alam terhadap deru-debu modernisasi dan industrialisasi dengan berbagai problematikanya.

Akhirnya, kita tidak hanya kehilangan satwa serta punahnya keindahan jenis fauna lainnya nan mempesona itu. Akan tetapi, tampaknya warga komunitas perdesaan terasa mulai kehilangan rasa bersatu dengan alam sekitarnya. Padahal alam semesta merupakan bagian integral dari dirinya sendiri, sehingga merusak alam adalah berarti merusak sekunjur tubuhnya. Betapa menyedihkan, karena hampir semua komponen masyarakat, terutama kaum elite yang diamanahi tugas dan tanggung jawab, seakan tak peduli lagi dengan keselamatan ekosistem dan lingkungan sosial budaya kita. Semuanya seakan terlena dan terhipnotis dengan seonggok materi yang berpacu di arena balapan mobil yang mendering dengan kecepatan tinggi, hingga berujung kepada penghancuran hutan belantara dan kapital sosial yang mempesona di masa lalu.


STRATEGI COMMUNITY DEVELOPMENT BERBASIS KALOSARA: Sebuah Tinjauan Teoritis dan Praktikal


Perilaku penyimpangan terhadap penggunaan dana kemanusiaan yang demikian marak berlangsung sejak munculnya program penanggulangan kemiskinan (Pronangkis) dan Anggaran Dana Desa (ADD), adalah mengindikasikan pentingnya revolusi mental dikedepankan melalui injeksi value power budaya ke dalam ranah pembangunan. Dalam konteks inilah, Okalo/Kalosara/Osara sebagai benda yang sangat diyakini kesaktian dan kesakralaannya oleh komunitas Tolaki/Mekongga, direfleksikan ke dalam sebuah formulasi sinergisitas dan strategis untuk membangun aktor dan aktris pembangunan serta aktivis pemberdayaan masa depan.

Mengacu dari perspektif “Kulturalis Weberian”, sesungguhnya proses injeksi value power Kalosara ke dalam proses penyelenggaraan Musrenbang, adalah tidak hanya dimaksudkan untuk menampilkan musyawarah kondusif dan humanis. Akan tetapi, yang lebih terpenting adalah dapat menjadi kekuatan penggerak (driving force) penggunaan dana-dana kemanusian secara efisien dan efektif serta jujur dan adil. Dan tentu saja ke depan, Musrenbang tidak lagi tampil dominan sebagai acara serimonial, ritualistik, kolutif dan transaksional yang sekedar menggugurkan persyaratan prosedural dan regulasinya. Akan tetapi, kelak menjadi ruang sosial yang dapat mempertemukan gagasan dan aspirasi serta kebutuhan warga masyarakat.

Hasil formulasi strategis tersebut merupakan refleksi dari proses Musrenbang sebagai perencanaan partisipatif modern yang diintegrasikan dengan pola perencanaan khas tradisional Meobu-Obu. Hal itu tertuang dalam pranata sosial Onapo/Okambo yang dipimpin oleh seseorang yang dituakan (Toono Motua). Begitu pula, proses penyelenggaraan Musrenbang di tingkat kecamatan (Otobu) yang dipimpin oleh Puu’tobu dan Kabupaten (Sapati) serta Mokole atau Sangia di tingkat Provinsi. Secara visual, hasil konstruksi merupakan Perencanaan Participatory berbasis Kalosara telah dikonfirmasi oleh para validator ahli dari kalangan akademisi, politisi dan bangsawan Tolaki/Mekongga.

RESOLUSI KEMISKINAN BERBASIS ESQ POWER

 


        Betapa ironisnya ketika sebuah bangsa dan negara yang kaya raya dengan Sumber Daya Alam (SDA) seperti Indonesia, tetapi terus disibukkan dengan upaya pengembangan Program Penanggulangan Kemiskinan. Tentu saja menyedihkan, karena sebuah bangsa yang melimpah SDA-nya, justru terus mengucurkan aneka ragam bentuk program penanggulangan kemiskinan yang silih berganti ? Ada apa dan mengapa Pemerintah Indonesia hingga Pemerintah Daerah diperhadapkan dengan kendala transformasi sosial ekonomi dari masyarakat tidak berdaya menjadi berdaya, hingga menuju pada cita-cita masyarakat madani yang sejahtera ???

Kontribusi dalam bentuk material sejenis stimulans dana hibah murni, hibah bersyarat sampai pada hibah penjaminan sejenis KUR terus digelontorkan pemerintah. Selain itu, warga komunitas miskin pun telah diberi stimulans dalam bentuk pendampingan dari lembaga informal yang concern dengan upaya pemberdayaan. Namun ternyata, selain warga komunitas miskin masih terus terbelenggu ke dalam “kubangan kemiskinan”, juga terkesan betapa sulitnya keluar dari “lingkaran setan pemiskinan” itu. Tak pelak lagi,  proses penguatan kapasitas pranata dan kelembagaan sosial yang digeliatkan oleh aktor formal dan informal sepanjang masa, pun belum tampak membuahkan kecerdasan kreativitas sebagai refleksi dari perubahan pola pikir, sikap dan perilaku serta tumbuhnya jiwa kemandirian bagi kaum yang tidak diuntungkan oleh modernisasi pembangunan nasional dan daerah selama ini. Pada gilirannya, orang-orang miskin kian bertambah kualitasnya, meskipun secara kuantitas cenderung menjadi obyek perdebatan yang terkesan cukup kontroversial.

Buku Resolusi Kemiskinan Berbasis ESQ Power ini, dikedepankan sebagai upaya menumbuhkan political will yang tidak hanya bermaksud untuk menikmati kue pembangunan secara berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat. Akan tetapi, lebih diutamakan untuk  menumbuhkan kepekaan serta kepedulian bagi mereka yang diberi amanah untuk menjalankan tugas, peran dan tanggung jawabnya dalam kerangka kecerdasan intelektual, emosional, kreativitas dan spiritual. Betapa tidak, kurangnya Intelligent Quotient, karena faktor ketidakmampuan menyelesaikan permasalahan yang mengemuka, lemahnya Emotional Quotient karena faktor tidak transparans, akomodatif dan konsistensi, serta rendahnya Creativity Quotient karena faktor ketidakmampuan merubah ancaman (threat) menjadi tantangan (challange) hingga menjadi peluang (opportunity). Akhirnya, minimnya Spiritual Quotient karena sang aktor belum sepenuhnya memegang teguh amanah yang harus dipertanggung jawabkan dunia dan akhirat. Hanya Allah Yang Maha Tahu.

POTRET KEMISKINAN DI PEDESAAN

 

Upaya merekam duka dan nestapa serta isyak dan tangis kelompok sosial ekonomi mereka yang bertubuh miskin, sungguh mengharuskan peneliti untuk mendekatinya melalui studi komunitas dalam waktu yang relatif lama. Hasil penelitian menunjukan beberapa hal penting yang patut dipertimbangkan. Pertama, sesungguhnya kemiskinan itu berawal dari cara pandang seseorang yang didasari dengan konsepsi dan persepsinya terhadap alam sekitar, pola kehidupan bermasyarakat, tentang dirinya sendiri dan pandangannya tentang masa depan. Kedua, kemiskinan disebabkan oleh faktor disfungsionalisasi TKPKD sebagai panglima perang yang dipayungi oleh Perpres No. 15 Tahun 2010 dan Permendagri No. 42 Tahun 2010. Ketiga, miskinan disebabkan oleh faktor disfungsionalisasi KUD sebagai urat nadi perekonomian masyarakat. Keempat, kemiskinan disebabkan oleh faktor dekonstruksi pranata dan kelembagaan sosial perdesaan sebagai mutiara kehidupan orang-orang desa di masa lampau. Kelima, kemiskinan manusia tani yang banyak dialami oleh orang-orang desa akhir-akhir ini, adalah disebabkan oleh faktor degenerasi manusia tani. Akhirnya, penelitian ini menyarankan agar hasil penelitian ini dapat menjadi pelengkap penderita dalam proses penyelenggaran Musrembang di tingkat desa, tingkat kecamatan dan di tingkat kabupaten. Disamping itu segera dimulai membentuk pranata sosial dan kelembagaan di tingkat pedesaan yang terorganisir secara representatif dan terpilih secara demokratis. Demikian pula agar Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan segera menginstruksikan untuk membangun kembali Koperasi Unit Desa (KUD).


MENUJU DESA MASA DEPAN: Sebuah Strategi Membangun Desa Terpadu

 

Alam pedesaan adalah tak ubahnya gadis cantik yang demikian elok dipandang mata. Tak pelak lagi, bunyi siamang dan alunan ombak yang berdenting serta angin sepoi-sepoi yang bertiup demikian indah terasa, karena menyatu dengan napas kehidupan sebuah perkampungan. Namun kini, geliat deforestase yang berkelindan dengan dekulturisasi dan despritualisasi beserta aneka bentuk degradasi sosial lainnya, seakan terus membahana ke penjuru bumi persada.

Betapa alam perdesaan kini, tidak hanya kehilangan satwa serta punahnya keindahan jenis fauna lainnya nan mempesona itu. Akan tetapi, warga komunitas perdesaan pun mulai kehilangan rasa bersatunya dengan alam sekitarnya. Padahal alam semesta merupakan bagian integral dari dirinya sendiri, sehingga merusak alam adalah berarti merusak sekunjur tubuhnya.

Sungguh menyedihkan, karena hampir semua komponen masyarakat, terutama kaum elite yang diamanahi tugas dan tanggung jawab, seakan tak peduli lagi dengan keselamatan ekosistem dan lingkungan sosial budaya kita. Semuanya seakan terlena dan terhipnotis dengan seonggok materi yang berpacu di arena balapan mobil yang mendering dengan kecepatan tinggi, hingga berujung kepada penghancuran hutan belantara dan kapital sosial. Hanya Allah Yang Maha Tahu. 

BERAGAM EPISTEMOLOGI DI PENTAS KEILMUAN: Sebuah Ulasan Komparatif

 

Tidak bisa dipungkiri bahwa aneka problematika bangsa dan solusinya selama ini cenderung atomistik, simplistik dan parsial. Tampak belum ada langkah ilmiah yang sistematis berbasis filosofis Islami sebagai landasan untuk menggagas wacana-wacana pemikiran alternatif. Karena itu, telaah kritis reflektif atas problematika epistemologis adalah tidak hanya menjadi driving force ke depan untuk mengembangkan diskursus paradigma integralistik menuju elemen ontologis, epistemologis, metodologis dan aksiologis yang holistik. Akan tetapi, juga menghimbau kepada para cendikiawan untuk membangun sebuah “jembatan epistemologis” untuk menyebrang ke ranah worldview, sehingga kelak kita tidak lagi captive mind terhadap eurosentris dan paradigma Barat.

 


Nov 1, 2020

BEDAH KRITIS ATAS REALITAS

 

Telaah ktitis dimulai dengan upaya membedah sebuah buku: Epistemologi Kiri (2015) yang diedit oleh Listiyono Santoso dan Abdul Qadir Shaleh. Dalam konteks ini, sebanyak kurang lebih 40 (empat puluh) referensi yang penulis gunakan untuk menyoroti secara kritis reflektif. Karena itu, betapa meyakinkan bahwa ketika mahasiswa dan masyarakat umum yang cinta membaca mengecap buku ini, maka tidak hanya dapat menjangkitkan telaah dan bedah pemikiran kritis. Akan tetapi, juga dapat membangkitkan spirit membaca dan etos bedah-bedah bacaan yang konstruktif dan komprehensif. Tak pelak lagi, disusul dengan telaah kritis reflektif atas konstalasi paradigma positivisme dan postpositivisme yang bergumul sepanjang sejarah keilmuan modern. Pada gilirannya, penulis pun meneruskan kajian pada upaya mendendangkan urgensi pencerdasan dan pendewasaan politisi, kepantasan dan ketidakpantasan pejabat sebagai “pewaris kehormatan atau pewaris kehinaan”, urgensi Penelitian atas Hasil Penelitian, mempersoalkan korupsi adalah tak ubahnya berteriak lantang di tengah Padang Pasir, sugesti untuk bangkit dari keterlenaan hidup berbalut virus konsumeristis, gegap gempita modernisasi dengan berbagai implikasi sosialnya, respon petani terhadap berbagai ketidakadilan, rakyat merintih dan pejabat pun terus tersenyum, dan akhirnya ditutup dengan telah kritis reflektif terhadap virus pandemi sejenis covid-19 yang menggelegar penuh misteri serta sangat mencemaskan kehidupan masyarakat kontemporer.