Upaya mengentaskan kembali
kajian cultural Weberian yang kemudian dilengkapi dengan spiritualitas
Khaldunian, maka kajian antologi ini berupaya maksimal merekonstruksi
nilai-nilai pendidikan karakter yang tersenandung dalam bingkai Multikultural
sebagai ESQ Power. Pertama, sesungguhnya tipologi Manusia Ulil Albab dan
Ulil Abshar merupakan tujuan utama berlangsungnya sebuah proses
pendidikan. Dalam konteks ini, selain pendidikan itu harus diarahkan kepada upaya
pengkaderan yang berorientasi manusia Ulil Albab, juga seyogyanya diarahkan kepada
upaya melahirkan manusia-manusia Ulil Abshar.
Kedua, sehubungan dengan itu, kajian
yang
dielaborasi dari Sirah Perjuangan Nabi Muhammad SAW tampak di dalamnya menggambarkan
sebuah paradigma pendidikan Profetik yang berlangsung pada diri seorang anak
manusia yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin peradaban masa depan dunia. Dalam
konteks ini, adalah sebuah paradigma Pendidikan Karakter berbasis ESQ Power
yang dielaborasi dari Ary Ginanjar Agustian. Tulisan tersebut adalah dimaksudkan
untuk membumikan aktualisasi pendidikan Enam Rukun Iman, Lima Rukun Islam dan
Satu Ihsan, sehingga disebut sebagai paradigma 165. Hasilnya, selain secara transparan menempatkan Tuhan sebagai
pusat orbit atau pusat gravitasi kecerdasan intelektual, emosional dan
kecerdasan spiritual yang built in di
dalam tubuh anak cucu adam itu sendiri, juga sebaliknya ke depan, tidak lagi melahirkan
fir’aun-fir’aun modern yang membuat bangsa dan negara yang kaya raya SDA ini
terpelanting menjadi bangsa dan negara yang under development.
Ketiga, untaian reflektif yang akhirnya menyusul
terurai adalah memancar dari beberapa nilai budaya sebagai local wisdom
yang menghuni Jazirah Sulawesi Tenggara. Semuanya menandaskan bahwa urgensi
pendidikan karakter di tengah masyarakat kontemporer yang memancar dari jendela
budaya tak bisa lagi ditawar dan ditanggalkan. Betapa tidak, kini anak manusia
tengah berada dalam lingkaran kehidupan sosial yang sangat rentan dan rawan
dengan aneka faktor eksternal yang membahayakan, sehingga amat dibutuhkan
sebuah paradigma pencerahan alternatif yang strategis dan holistik. Tak pelak
lagi, perilaku kleptokrasi dan kleptomania terus menggelegar seiring
dengan aneka dekonstruksi sosial dalam konteks degradasi, inflasi moral, simbolistis
keagamaan, demo anarkis, tawuran siswa dan pelajar serta aneka bentuk dekadensi
moral lainnya yang mendebarkan.
No comments:
Post a Comment