Nov 29, 2018

REVIEW BUKU IBN KHALDUN


   PENULIS : SAYED FARED ALATAS
   REVIEWER: PERIBADI


BAB 1
AUTOBIOGRAFI IBN KHALDUN

Kehidupan Ibn Khaldun lebih mudah dibagi menjadi tiga babak. Pertama, masa kecilnya dan pendidikannya, berlangsung selama 20 tahun. Babak kedua, kira-kira selama 23 tahun, merupakan masa kelanjutan belajarnnya dan aktivitasnnya diranah politik. Babak ketiga, selama 31 tahun terakhirnnya, ia bekerja sebagai seorang ilmuwan, guru, dan hakim. Ia menjalani dua babak pertama di Maghribi dan babak ketigannya di antara Maghribi dan Mesir.
          Ibn Khakdun menulis sejak akil balig, ia terus belajar secara tekun dan menimba ilmu dan kebajikan dari lingkungan ilmuwan di sekitarnnya hingga terjadi wabah sampar pada 748 H/1348 M yang membunuh kebanyakan gurunya serta kedua orang tuannya.
          Kesempatan pertama Ibn Khaldun yaitu Ibnu Tafragin menunjuk Ibn Khaldun untuk menjabat sebagai semacam secretariat, yang bertugas menulis ungkapan “puji syukur kepada Tuhan” di antara basmalah serta menulis naskah dokumen resmi. Kesempatan kedua Ibn Khaldun diangkat lagi sebagai penasehat ilmiha, dan dikemudian hari ditunjuk untuk menduduki jabatan-jabatan lain. Tapi hal ini tidak membuat Ibn Khaldun senang karena itu bukan merupakan cita-cita yang dinginkan oleh leluhurnnya, akan tetapi ia senang karena sering bertemu dengan ilmuwan-ilmuwan Maghribi dan Andalusia yang berkunjung ke istana.
          Setelah begitu lama bergelut dalam bidang politik, akhirnya Ibn Khaldun mengawali babak ketiga kehidupannya yaitu mengundurkan diri demi ilmu pengetahuan. Setelah empat tahun mengucilkan diri dan menghasilkan prestasi keilmuwan yang mengagumkan, Ibn Khaldun ingin kembali ke Tunisia untuk melanjutkan tulisannya tentang sejarah bangsa-bangsa Arab, Berber, dan Zanata. Dalam fase menulis berikutnnya, ia perlu menggunakan perpustakaan demi memastikan sumber-sumber historinya. Sumber itu hanya didapatkan di pusat kota besar. Dalam perjalanan ke Messir, dan bertemu dengan Sultan al-Barquq, yang memberikan jabatan yang menggiurkan kepadannya. Ia menjelaskan bagaimana ia harus berjuang melawan system yang korup. Ia berusaha keras menegakkan hokum yang lemah, mempertimbangkan bukti secara cermat, membersihkan campur tangan pihak-pihak, dan menguji kejujuran para saksi. Ia menentang sebuah system yang membiarkan penyelewengan yang dilakukan oleh kroni-kroni para penguasa dan pembesar. Tapi pada masa itu ia dirundung duka atas meninggal istri dan anaknya.
          Ketenangan hidup yang dinikmati Ibn Khaldun terusik oleh serangkaian pemberontakan yang mengakibatkan kekalahan al-Tahir al-Barquq,  tetapi kemudian dia meraih kembali takhtanya. Ibn Khaldun mendiskusikan kejadian-kejadian ini dalam kerangka yang ditetapkannya dalam Muqaddimah.
          Dalam konteks social pemikiran Ibn Khaldun ada tiga aspek konteks sosio-historisnya, yang pertama adalah latar belakang historis dari konflik antar-dinasti; yang kedua adalah peran Ibn Khaldun di dalamya; yang ketiga adalah kesadaran Ibn Khaldun akan peran leluhurnnya. Ibn Khaldun sangat mengenal sejarah pembentukan dan kejatuhan Negara-negara di Afrika Utara, termaksud pergantian tiga dinasti di Maroko, yaitu al-Murabitun (1040-1147 M), al-Muwahhidun (112-1269), dan Mariniyun (1215-1465), yang didiskusikan secara detail.
          Ada faktor-faktor tambahan yang berperan pada masa Ibn Khaldun yang belum muncul pada masa-masa sebelumnya. Ada kemerosotan perdagangan emas antara Afrika Utara dan Sudan Barat, dan nada wabah sampar. Ada isyarat Ibn Khaldun tentang sifat perubahan-perubahan ini pada masannya. Apapun yang dipikirkan oleh Ibn Khaldun tentang keadaan ekonomi pada masannya atau kerusakan akibat wabah sampar, ia mungkin tidak menganggapnya sebagai factor yang merusak kerangka umumnya untuk penelitian tentang kebangkitan dan kejatuhan Negara. Ia memusatkan perhatiannya pada apa yang dianggapnya sebagai aspek-aspek universal dari pergantian dinasti. Tergugahnya Ibn Khaldun untuk mempelajari kebangkitan dan kejatuhan Negara secara sistematis dan berbagai aspek social mereka dengan apa yang dianggapnya sebagai pergolakan penting yang diakibatkan oleh wabah sampar itu. Yang diperhitungkan dalam teorinya adalah abstraksi yang diturunkan dari pemahamannya yang tajam ihwal sejarah dinamika hubungan antara masyarakat-menetap dan masyarakat nomaden, serta dampaknya terhadap kebangkitan dan kejatuhan Negara.
          Ibn Khaldun menduduki jabatan penting di berbagai istana dan dinasti di kawasan Afrika Utara dan Andalusia. Misalnya pengalaman bekerja sama dengan suku-suku akan memberinya banyak sekali wawasan tentang watak loyalitas kesukuan, makna dan pentingnnya ashabiyyah dan banyak konsep lainya yang membentuk kerangka penjelasan teorinya. Tidak seperti ilmuwan lain yang hanya menjadi penonton dari jarak jauh, Ibn Khaldun secara langsung mengalami dampak kerusuhan sejarah dinasti, menyaksikan korupsi dan pertengkaran di dalam istana-istana, dan pernah menjadi korban dalam banyak kejadian.
          Ada factor kesadaran Ibn Khaldun dan kebanggan akan peran leluhurnya dalam politik dan kehidupan intelektual di Andalusia dan Afrika Utara. Pengalamanya sendiri akan kehidupan politik yang bergejolak dan juga kesadarannya tentang peran leluhurnnya telah mengembangkan minat di dalam dirinya untuk memahami watak perubahan sejarah. Ia juga tidak terlalu antusias dalam jabatan tertentu karena hal itu bukan jenis yang diidamkan oleh leluhurnnya. Ini menunjukkan bahwa ia diilhami oleh prestasi.
BAB 2
IBN KHALDUN DAN ILMU MASYARAKAT
          Ibn Khaldun memulainnya dengan menyatakan bahwa sejarah dapat dipahami oleh orang terpelajar atau awam. Orang mampu mengerti sejarah karena di level permukaanya “sejarah tidak lebih dari informasi tentang perbagai kejadian politik, dinasti-dinasti, dan aneka peristiwa yang terjadi pada masa lalu, yang disajikan secara anggun, dan dibumbui kata-kata mutiara. Sejarah di level permukaan atau lahiriyah ini harus dibedakan dengan makna-batiniah sejarah. Pada tingkat lebih dalam, penulisan sejarah ”melibatkan spekulasi dan upaya menemukan kebenaran, penjelasan terperinci tentang sebab-sebab dan asal-usul dari kenyataan yang ada, serta pengetahuan mendalam tentang bagaimana dan mengapa peristiwa-peristiwa terjadi. Karena alasan itulah sejarah harus dianggap sebagai salah satu ranah filsafat.
          Ibn Khaldun mengkritik para sejarawan muslim yang amat tekun mencatat berbagai kejadian bersejarah tetapi mencapuradukkan fakta dan gossip dan laporan palsu. Gaya penulisan sejarah ini di ulang-ulang  oleh generasi selanjutnnya yang mengikuti mereka, sehingga laporan-laporan yang ditransmisikan ditambahi dengan aneka kisah yang tidak masuk akal dan tidak bisa dipercaya. Karakteristik penulisan sejarah yang dikritiknya adalah :
1.        Gosip dan laporan palsu yang dicampur dengan laporan factual.
2.      Laporan tentang kejadian bersejarah sering berdasarkan kesalahan dan dugaan yang serampangan.
3.      Orang yang tidak kompeten terlibat dalam kerja kesarjanaan.
4.     Peniruan buta dalam sejarah diteruskan dari generasi ke generasi dan diterima begitu saja.
Ibn Khaldun menuding sejarawan-sejarawan yang disebut terakhir itu sebagai peniru, lamban mengerti, dan bodoh. Mereka hanya melaporkan fakta-fakta sejarah dari sebuah dinasti tertentu tanpa membedakan antara kebenaran dan khayalan. Terlebih lagi, mereka gagal menganalisis asal-asul dinasti, penyebab-penyebab kejayaan mereka, prinsip-prinsip dari pondasi dan organisasi mereka, penyebab kemunduran mereka, dan factor-faktor yang menentukan persaingan anta era dinasti-dinasti dan penggantiannya. Penulisan sejarah semacam ini hannya berisi bentuk-bentuk yang kehilangan substansinya dan harus dianggap sebagai kebodohan yang menyamar sebagai pengetahuan. Karya-karya seperti itu hannya menyebut spesies tanpa mempertimbangkan genus atau direfensiasi di antara mereka.
Ibn Khaldun kemudian menyusun sebuah karya yang menyoroti keadaan-keadaan yang muncul berkaitan dengan perubahan generasi dan masa. Ibn Khaldun mencatat bahwa salah satu kelemahan dalam penulisan sejarah adalah pengabaian fakta bahwa keadaan-keadaan di dalam masyarakat terus berubah dari masa ke masa, perubahan-perubahan ini menjadi kian terlihat setelah berselang lama, dan tampaknya hanya beberapa beberapa orang yang mampu menyadarinya.
Pada masa Ibn Khaldun, masyarakat mengalami banyak perubahan mendasar :
1.        Bangsa Berber digantikan oleh bangsa Arab sebagai kelompok dominan
2.      Timur dan Barat hancur karena wabah sampar
3.      Wabah sampar terjadi ketika beberapa dinasi mengalami penurunan, sehingga kian memperlemah kekuasaan dan otoritas mereka
4.     Banyak kota ditinggalkan kosong sehingga menjadi kota mati.
Tujuh sumber utama kesalahan penulisan sejarah dan justifikasi bagi kelahiran ilmu baru :
1.        Keberpihakan terhadap pendapat dan aliran tertentu. Jika seorang sarjana membiarkan dirinya terdikte oleh pendapat atau sekte tertentu, ia hanya akan menerima informasi yang sejalan dengan pihak yang dibelannya, sehingga ia ikut menyetujui dan menyebarluaskan kekeliruan.
2.      Keterpercayaan terhadap penyebar informasi itu. Penting untuk menilai apakah kejadian yang dilaporkan itu memang mungkin atau mustahil terjadi. Karena apabila ada sebagian tertentu dari informasi sejarah yang tidak dapat diterima akal, tidak ada gunannya menggunakan pendekatan kritik-perawi sejak awal.
3.      Kurangnnya kesadaran tentang tujuan kejadian. Banyak perawi tidak menyadari pentingnya kejadian yang mereka laporkan. Mereka hanya menduga-duga atau membayagkan maksud informasi itu. Akibatnnya adalah penyebaran kebohongan.
4.     Anggapan yang tak berdasar terhadap kebenaran suatu peristiwa. Ini sering terjadi dan terutama akibat ketergantungan pada perawi.
5.      Pengabaian kesesuaian antara keadaan dan konteks kejadian yang sebenarnnya.
6.     Pamrih, dimana para sejarawan ingin mendapatkan perhatian atau keuntungan dari penguasa dan pejabat, sehingga informasi yang disampaikan tidak dapat di percaya.
7.      Yang menyebabkan ketidak jujuran dalam penulisan sejarah adalah pengabaian atas kondisi masyarakat.
Hal terpenting yang dibahas dalam Muqaddimah adalah bahwa masyarakat manusia itu niscaya keberadaanya. Maksudnya adalah manusia itu secara kodrati bersifat politis dan bahwa mereka tidak dapat dipisahkan dengan sejenis organisasi social yang dalam istilah filosofi disebut sebagai polis. Inilah makna organisasi-sosial. Tuhan menciptakkan manusia sedemikian sehingga mereka harus mendapatkan makanan untuk bertahan hidup. Ada kebutuhan akan kekuasaan dan otoritas yang disebut oleh Ibn Khaldun sebagai kebutuhan akan kerajaan. Kerajaan merupakan keniscayan bagi umat manusia dan merupakan kebutuhan alami. Ibn Khaldun mencatat bahwa filsuf percaya akan keberadaan kerajaan di dunia hewan, misalnya diantara kalangan lebah dan belalang tetapi tidak sama dengan kerajaan di kalangan manusia. Kerajaan di dunia hewan merupakan kecenderungan alami, sedangkan kerajaan di dunia manusia merupakan hasil kemampuan berfikir dan mengatur.
Ibn Khaldun juga merujuk ke pandangan para filsuf bahwa kenabian merupakan sifat alami manusia. Mereka mengatakan bahwa syarat sebuah otoritas untuk melakukan control atas manusia adalah memenuhi hokum agama seperti yang disampaikan para nabi. Karena masyarakat adalah keniscayan, dan bahwa kerajaan merupakan sifat alami manusia, kekuatan apa yang menjelaskan perubahan dari masyarakat namaden menjadi masyarkat menetap serta kebangkitan dan keruntuhan dinasti-dinasti  ? Jawabanya membutuhkan penjelasan tentang sifat masyarakat nomaden dan masyarakat menetap. Bagian selebihnya dari masyarakat nomaden, mengulas hal-hal ini. Diskusi Ibn Khaldun tentang masyarakat nomaden, dinasti, dan otoritas,  masyarakat menetap, ragam mata pencaharian, dan ilmu pengetahuan dapat direkomendasikan menjadi teori kebangkitan dan keruntuhan Negara-negara. Untuk-unsur utama teori ini adalah sifat dan ciri-ciri masyarakat nomaden dan menetap, pengaruh interaksi diantara kedua masyarakat ini dalam kebangkitan Negara-negara, serta keadaan keduannya yang menyebabkan penurunan dan keruntuhan Negara.
Focus dari teori kebangkitan dan kemorosotan Negara-negara adalah pengertian tentang penyebab kebangkitan dan kemorosotan Negara, yang dijelaskannya dalam terma perbedaan penting dalam organisasi social antara masyarakat nomaden dan masyarakat menetap. Ini untuk mempelajari unsur-unsur pembentukan masyarakat, seperti ekonomi dan lembaga-lembaga perkotaan, Negara, dan solidaritas (ashabiyah). Sebuah konsep sentral untuk memahami perbedaan-perbedaan ini adalah solidaritas, sejenis perasaan kelompok atau kohesi social. Dalam teori Ibn Khaldun tentang pembentukan Negara, kelompok social dengan solidaritas yang kuat dapat mendominasi dan memaksakan aturan kepada kelompok dengan solidaritas yang lemah. Namun, setelah penaklukkan sebuah  Negara oleh sebuah kelompok kesukuan, tempat tinggal mereka yang kini di area perkotaan menyebabkan solidaritasnya menurun, sehingga rentan terhadap serangan dari suku-suku pedesaan dengan solidaritas yang kuat.
Inilah unsur-unsur kunci dari sosiologi Ibn Khaldun. Semuannya berhubungan dengan kebangkitan Negara sebagai akibat dari konflik dan interaksi antara masyarakat nomaden dan masyarakat menetap serta sifat kedua masyarakat ini yang pada gilirannya menciptakan keadaan-keadaan yang mengakibatkan kemorosotan posisi raja dan akhirnnya kemorosotan Negara.
Ibn Khaldun membuat catatan menarik bahwa orang nomaden lebih baik atau lebih bermoral dari pada orang yang hidup menetap. Alasannya adalah jiwannya yang alami lebih mudah meresap kebaikan atau keburukan, bergantung mana yang lebih berkesan dan berpengaruh.  Jiwa orang nomaden terutama dipengaruhi oleh kebaikan, dan mereka lebih sulit melakukan kejahatan. Jiwa orang yang menetap, sebaliknya mengenal kejahatan kemewahan dan sukses duniawi. Orang nomaden juga lebih pemberani daripada orang menetap. Gaya pemukiman membuat mereka cenderung malas dan santai. Mereka bergantung pada otoritas penguasa untuk berlindung, tidak membawa senjata, dan tidak perlu berburu untuk mendapatkan makanan.
Alasan untuk ini adalah bahwa manusia tidak dikondisikan oleh watak alamiah mereka, tetapi merupakan hasil dari keadaan yang membuat mereka terbiasa dan menggantikan watak alamiah mereka.
Pemukim lebih tidak beruntung lagi karena bergantung pada hokum. Karena itu, wajarlah jika pada masyarakat menetap, mayoritas didominasi oleh minoritas. Jika dominasi didirikan di atas ketidakadilan dan intimidasi, ia akan merusak keuletan dan daya perlawanan rakyat.
Istilah Ashabiyah telah diterjemahkan secara beragam ; solidaritas, perasaan kelompok, dan loyalitas kelompok. Makna ini menurut Ibn Khaldun adalah sebuah perasaan tentang kesamaan dan kesetiaan pada sebuah kelompok yang terutama dibangun berdasarkan ikatan darah. Ada tiga jenis hubungan yang membentuk ini pertama adalah hubungan darah, hubungan patron-klien, dan aliansi.
Ashabiyah berdasarkan ikatan darah merupakan bentuk solidaritas yang paling kuat. Yang berasal dari leluhur yang sama, jelas, dan meyakinkan, sehingga muncul perasaan saling bantu dan saling sayan.
Ibn Khaldun menyatakan bahwa kelompok nomaden lebih berani dan unggul dibandingkan dengan kelompok-pemukiman dalam hal kekuatan dan perasaan kelompok. Perasaan kelompok mendorong rasa saling melindungi dan kegiatan social. Pada saat yang sama, setiap organisasi social memerlukan seorang pemimpin unggul sebagai pengendali kelompok. Pemimpin yang unggul itu adalah yang memiliki perasaan-kelompok yang tinggi sehingga ia mampu memerintahkan orang-orang lain untuk mematuhinnya.
Tujuan perasaan kelompok adalah menduduki posisi raja. Begitu sebuah dinasti berkuasa, ia bisa saja mengabaikan perasaan kelompok yang memungkinkannya naik tahta. Agama berfungsi sebagai suplemen bagi kekuasaan, meski sebuah dinasti mendapatkannya dari perasaan kelompok. Agama menciptakan sebuah semangat luar biasa yang mengatasi kecemburuan dan iri hati serta mendorong orang-orang untuk bertempur demi tujuan bersama.
Ibn Khaldun menisbikan keunggulan ini kepada raha (mulk), yang ditandai dengan kemampuan memimpin dengan kekuatan. Mulk dibedakan dari khalifah dalam hal kemampuan pemimpin dalam memimpin dengan menggunakan kekuatan. Jadi, pada masa kepemimpinan mulk, rakyat terus-menerus berada dalam bahaya karena harta miliknya bisa disita dan mengalami yang tidak dihiraukan oleh hokum agama, dan penghimpun pajak yang tidak dapat dibenarkan.



BAB 3
IBN KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN
Ada beberapa tingkatan kemampuan berfikir manusia, yaitu
1.        Memahami dan menata hal-hal didunia eksternal yang tampak acak dan tak beraturan, dan mampu membedakan yang bermanfaat dan tidak.
2.      Membentuk gagasan dan mengembangkan perilaku yang diperlukan dalam berinteraksi dengan sesama manusia, yang melibatkan pembenaran yang berkembang melalui pengalaman. Ini disebut kecerdasan eksperimental.
3.      Berfikir yang memasok pengetahuan atau opini tentang hal-hal di luar persepsi indra. Ini disebut kecerdasan spekulatif.
Ada beberapa kritik khusus Ibn Khaldun terhadap doktrin-doktrin dan praktis-praktis kaum sufi :
1.        Kesamaan penciptaan sama dengan pandangan Kristen tentang Mesiah dan juga pandangan syiah imamiyah tentang imam-imam mereka.
2.      Manifestasi ilahi tidak dapat dipahami dengan baik karena terlalu samar nya dan tidak dapat dipahami sama sekali
3.      Wali kutub hanyalah  gaya bicara teroris, tidak berdasarkan argumentasi logis, dan tidak dilandasi argumentasi agama dan sama dengan teori syiah ekstremis.
4.     Pernyataan sufi tentang penyingkapan tabir dan hal-hal terkait bersifat kabur dan ambigu, di buat ketika mereka mengalami ekstase, dan harus ditinggalkan karena pernyataan ambigu mereka tentang al-quran.
5.      Seorang sufi yang tengah berada dalam keadaan ekstase dan kehilangan persepsi indrawi bisa jadi mengungkapkan pernyataan ekstase, yang isinnya bisa jadi bertentangan dengan syariat muslim.
6.     Ibn Khaldun cenderung memperlakukan aspek-aspek sufisme sebagai bagian dari praktek-praktek supranatural yang terkait dengan sihir, tukang sihir, dan astrologi, walaupun pengetahuan atau kegiatan supranatural ini tidak diniatkan kemunculannya.
Ibn Khaldun memiliki pandangan tegas tentang metode pengajaran dan pembelajaran yang baik. Beberapa gagasan menariknya :
1.        Urutan/susunan dalam pengenalan materi pelajaran menentukan keberhasilan belajar
2.      Penjejalan terlalu banyak materi pelajaran menghambat belajar.
3.      Penyebaran buku ringkasan merusak pendidikan.
4.     Metode pengajaran yang efektif mesti di upayakan.
5.      Mata pelajaran penunjang tidak perlu diperluas.
6.     Hukuman terhadap pelajar tidak boleh terlalu keras.
7.      Proses pendidikan dapat ditingkatkan dengan melakukan perjalanan dan bertemu dengan para sarjana.
Bagian tentang pengajaran anak-anak dan berbagai metode pengajaran yang ditemukan di kota-kota muslim, mengajarkan al-Quran di tahap awal tidak akan memberikan hasil terbaik, karena pelajar akan membaca hal-hal yang belum mereka mengerti. Mereka harus memulainnya dengan belajar prinsip-prinsip islam, prinsip-prinsip fiqih, perdebatan (jadal), dan hadis, dan ilmu-ilmu seputar hadis. Ibn Khaldun berpendapat bahwa nasihat dari hakim baik, tetapi ia pesimis apakah akan diterima karena pertimbangan adat kebiasaan yang berlaku. Pengajaran al-Quran mendapatkan prioritas utamademi mendapatkan barakah dan pahala di akhirat, juga karena kecemasan tertundanya pengajaran al-Quran bagi anak-anak.
          Menjejali terlalu banyak materi belajar bagi pelajar justru menghambat proses belajar. Sejalan dengan itu, muncul kebutuhan untuk menguasai begitu banyak istilah teknis dan metode yang digunakan. Dengan mengangkat contoh tentang ilmu Fiqih Maliki, Ibn Khaldun mengatakan bahwa ilmu fiqih memiliki begitu banyak metode yang berbeda sehingga akan lebih efesien jika pelajar menerima pengajaran yang lebih terfokus (pada suatu mazhab). Dia juga menyarankan bahwa pelajar tidak perlu menguasai secara lengkap tentang prinsip-prinsip dan detail-detail filosofi, karena itu akan memerlukan waktu belajar seumur hidup untuk satu mata pelajaran saja, padahal ia hanyalah sebuah alat dan sarana untuk mempelajari pelajaran-pelajaran selanjutnnya.
          Penghalang pengajaran adalah terlalu banyaknya buku ringkasan. Buku itu berisi penyajian singkat atau ringkasan dari isi dan metode ilmu pengetahuan. Ibn Khaldun mengingatkan bahwa membaca buku ringkasan bisa merusak proses pembelajaran karena murid akan bingung ketika disodori hasil akhir sebelum mempelajari proses. Mempelajari ringkasan juga membutuhkan banyak waktu apabila isi bukunnya kompleks dan sulit dipahami. Kebiasaan belajar yang berkembang karena mempelajari ringkasan tidak sebaik jika mempelajari dari buku utuh aslinya.
          Penghalang yang lain bagi pelajaran efektif adalah metode pelajaran yang tidak efektif. Akan efektif jika dilakukan secara lamban dan tahap demi tahap. Guru harus memulai mulai dengan pendahuluan tentang prinsip-prinsip, sembari memperhatikan muridnya dalam menguasai materi selanjutnnya. Kemudian guru mengulangi materi awal untuk kedua kalinya dan mengajar materi-materi selanjutnnya. Alih-alih menyodorkan ringkasan, guru memaparkan uraian dan penjelasan lengkap. Penguasaan mdasar-dasar ilmu murid-murid itu menjadi lebih dalam. Guru bisa mengulangi topic yang sama kepada murid-muridnya pada lain waktu, menjelaskan semua materi yang tidak jelas, kabur, atau pelik. Pengajaran efektif memerlukan pengulangan tiga kali.
          Halangan lain yang dibahas oleh Ibn Khaldun adalah durasi pengajaran ilmu-ilmu pendukung.Ilmu-ilmu utama yang dipelajari demi kepentingan mereka sendiri adalah ilmu-ilmu agama, fisika, dan metafisika. Ilmu-ilmu pendukung merupakan prasyarat untuk mempelejari ilmu lainya, misalnya filosofi, aritmetika, dan logika. Ilmu-ilmu tersebut dibutuhkan sebagai sarana untuk mempelajari ilmu-ilmu lain.
          Ibn Khaldun juga menesehati bahwa hukuman keras tidak boleh dijatuhkan kepada murid. Ia membandingkannya dengan dampak hukuman keras terhadap budak dan pelayan.  Murid  yang dihukum terlalu berat bakal merasa tertindas, cenderung menjadi malas, dan tidak ikhlas.
          Hubungan pribadi antara murid dan guru sangat penting dalam proses belajar. Ibn Khaldun mengusulkan murid untuk pergi mendatangi sarjana-sarjana terkemuka pada masannya. Hubungan pribadi dengan guru menghasilkan pengetahuan, karakter unggul dengan guru menghasilkan pengetahuan, karakter unggul, dan kebijakan mendalam dalam diri murid.
BAB 4
PENERIMAAN ATAS IBNU KHALDUN
          Diskusi tentang penerimaan atas Ibn Khaldun terbagi menjadi tiga bagian : penerimaan atas karyawan di dunia Muslimin modern; penemuan atas Ibn Khaldun ; status marginalnya dalam ilmu social modern, baik di masyarakat Muslim maupun di Barat.
          Penerimaan atas Ibn Khaldun pada masa pramodern, di terima secara luas pandangan bahwa Ibn Khaldun tidak mempunyai sarjana-sarjana pengikut hingga ia “ditemukan” dan diperkenalkan oleh orang Eropa. Sebelum itu, Ibn Khaldun  dianggap tidak memiliki pengikut di kalangan ilmuwan sezamannya.
          Salah satu kritik pedas terhadap Ibn Khaldun ditulis oleh Hafiz Ibn Hajar al-Asqalani, seorang sejarawan dan ulama hadis terkenal. Walau memuji pengetahuan Ibn Khaldun dalam hal urusan kenegaraan, kefasihan, dan apresiasi puisinya, ia mengejek ilmu masyarakat-manusia Ibn Khaldun dengan mengatakan bahwa tulisan Ibn Khaldun tampak sangat baik karena dihiasi dengan retorika.
          Kuliah-kuliah Ibn Khaldun baru dipandang sebagai bagian penting dari diskursus intelektual setelah dua abad kemudian, kali ini di antara sarjana-sarjana dan negarawan-negarawan ottoman yang mendiskusikan masa depan Negara mereka.
          Delapan prinsip saling-terkoneksi tentang pemerintahan yang baik :
1.        Tidak bisa ada otoritas kerajaan tanpa dukungan militer.
2.      Tidak bisa ada militer tanpa kekayaan.
3.      Rakyat menghasilkan kekayaan.
4.     Keadilan menjamin kesetiaan rakyat pada Negara.
5.      Keadilan memerlukan harmoni di dunia.
6.     Dunia adalah sebuah taman; dindingnnya adalah Negara.
7.      Syariat mengatur Negara.
8.      Tidak ada dukungan untuk syariah kecuali melalui otoritas kerajaan.
Siklus  keadilan oleh Na’iman adalah sebagai berikut :
1.        Tidak ada mulk dan Negara tanpa militer dan sumber daya manusia.
2.      Manusia dapat hidup hanya dengan sarana kemakmuran.
3.      Kemakmuran hanya bisa dikumpulkan dari kaum tani.
4.     Petani mempertahankan kemakmuran melalui keadilan.
5.      Tanpa mulk dan Negara, tdak aka nada keadilan.
Penemuan dan penerimaan atas Ibn Khaldun dalam ilmu social modern. Perhatian akan Ibn Khaldun, khususnya pada abad ke-19, terjadipada masa pembentukan berbagai disiplin dalam ilmu-I;lmu social modern. Begitu ilmu-ilmu ini menyebar ke seluruh dunia Arab dan Muslim dan Eropa, maka sejak saat itu dan seterusnnya sejumlah sarjana Muslim dan Barat mulai mengacu kepada Ibn Khaldun ketika  menggambarkan sejarah dan perkembangan  kontemporer, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara. Sebagaimana di Barat,  Ibn Khaldun mulai mendapat perhatian besar dikalangan ilmuwan social Arab dan Muslim lain.
Perhatian Ibn Khaldun terhadap antara masyarakat nomaden dan menetap; kota-kota dan lokasi mereka; hubungan antara ragam mata pencaharian dan kehidupan perkotaan. Ibn Khaldun juga diakui oleh kalangan sosiologi, terutama dari abad ke-19, sebagai pendidi disiplin sosiologi.
Kritik dan dukungan untuk Ibn Khaldun, di mulai dari satu studi kesarjanaan paling awal atas Ibn Khaldun meragukan klaim bahwa Ibn Khaldun menemukan sebuah ilmu baru yang kemudian diakui oleh orang modern sebagai sosiologi. Taha Hussein, dalam disertai doktoralnya tentang Ibn Khaldun , menyimpulkan bahwa Ibn Khaldun adalah ilmuwan yang lemah. Ia mengakui beberapa orisinalitas dalam karya Ibn Khaldun, yaitu ia adalah orang pertama meninggalkan gaya analisis, dan ia mengakui penguasaan Ibn Khaldun tentang fakta sejarah bangsa besar. Namun ia menilai pengetahuan Ibn Khaldun tentang Arab Timur sungguh miskin. Yang lebih penting, Ia Meragukan bahwa ilmu barunya bisa dianggap sebagai sosiologi, seperti telah diakui oleh para sarjana. Ia menilai opini yang menyatakan Ibn Khaldun sebagai seorang sosiolog sangatlah berlebihan karena objek penelitiannya, yaitu Negara, terlalu terbatas untuk dijadikan objek-studi sosiologi. Walaupun ada beberapa kebenaran dalam kritiknya, sungguh berlebihan dan mungkin karena muncul dari perspektif seorang nasionalis Mesir. Berbagai kelemahan dan masalah dalam karya Ibn Khaldun tidak mengecilkan nilai ilmu-baru yang dirumuskannya, suatu prestasi yang tidak diakui Hussein.

BAB 5
PERAN PENTING IBN KHALDUN UNTUK ILMU SOSIAL MODERN
          Dalam hal tema, konsep dan kerangka Muqaddimah yang membentuk teori kebangkitan dan kemerosotan Negara, Ibn Khaldun pasti masih relevan dengan ilmu social modern.
          Para pengkaji Ibn Khaldun sering mendapati argument segar ketika menelaah isu-isu lama dengan pendekatan Ibn Khaldun. Misalnya kontroversi masalah khalifah.  Ada lima persyaratan bagi seorang khalifah; yaitu, berpengetahuan, berintegrasi, kompeten, sehat jasmani/rohani, dan keturunan Quraisy. Syarat terakhir memicu kontroversi, sehingga persyaratan terakhir ini mesti diperiksa ulang.
          Kontribusi Ibn Khaldun dalam perdebatan soal syarat kelima itu terletak dalam perdebatan itu terletak pada spesifiknya terhadap kepentingan umum, yang merupakan pusat perhatian perasaan-kelompok. Memiliki perasaan yang kuat oleh khalifah akan membebaskannya dari kelompok oposisi dan pembangkang, dan itu berarti ia diterima oleh kamunitas.
          Persyaratan keturunan Qurays, dengan demikian, terkait dengan persyaratan perasaan-kelompok dan kompetensi. Ibn Khaldun menurunkan persyaratan yang lebih umum, seorang khalifah  harus merupakan anggota kelompok  yang  memiliki perasaan-kelompok yang unggul dari pada kelompok-kelompok lain demi memastikan kepatuhan mereka.
          Ibn Khaldun mengembangkan sebuah ilmu baru yang berbagi banyak sifat dengan sosiologi modern dan juga ilmu-ilmu social modern lainya. Tiga contohnya, :
1.        Membawa Ibn Khaldun ke Perspektif teoritis dalam ilmu-ilmu social.
2.      Mengembangkan konsep-konsep Khaldunian
3.      Mengangkat topic-topik yang dibahas Ibn Khaldun.

No comments:

Post a Comment