Tampaknya, bukan hanya status position itu yang dipandang sebagai sebuah “aset” untuk menikmati aneka bentuk fasilitas dan setumpuk keistimewaan lainnya yang bertengger di atas sebuah kursi panas. Akan tetapi, sesungguhnya telah terjadi pergeseran paradigma dalam konsep kepemimpinan yang kini mulai mengidentikkan kepemimpinan dengan kekuasaan. Akibatnya, merebaklah malpraktek kekuasaan yang berwujud korupsi serta perilaku penyimpangan lainnya yang membankrutkan bangsa dan negara yang kaya raya Sumber Daya Alam (SDA) ini.
Betapa tidak, kita seolah tidak mau tahu bahwa sesungguhnya tugas kepemimpinan itu adalah memimpin jiwa-jiwa manusia untuk tunduk dan taat kepada Allah dan rasul-Nya, sehingga sang pemimpin harus cerdas mendidik keimanan dan ketaqwaan orang-orang di sekitar wilayah kepemimpinannya. Selain pemimpin harus fungsional sebagai leader dalam rangka menjalankan Mision Profetik, juga harus menjalankan tugasnya sebagai manajerial dalam rangka mengatur organisasi keduniaan.
Sesungguhnya, jabatan
yang digapai melalui pesta demokrasi merupakan seonggok bara api yang bermakna
kekuasaan dan bermakna tanggungjawab. Karena itu, besar harapan agar buku
Kepemimpinan Tradisional dan Potret Demokrasi Lokal ini, tidak hanya dapat
menjadi pelengkap penderita atas masih kurangnya referensi menyoal “Demokrasi
Lokal” di masa kerajaan dan kesultanan masa lalu. Akan tetapi, juga dapat
menjadi setetes penyejuk kedahagaan dalam membina dan mengembangkan mata kuliah
“Masyarakat Sipil dan Demokrasi” pada jurusan sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo.